SISWA-SISWA H.I.S. DI LEMBANG BANDUNG
FOTO DIBUAT TAHUN 1931 |
Sejarah Bahasa Melayu Setelah Ada Bahasa Indonesia
Bahasa Melayu yang rendah kedudukannya dibandingkan bahasa Belanda. Ia hanya digunakan sebagai bahasa pengantar pada beberapa sekolah rendah yang disediakan bagi penduduk pribumi, yaitu sekolah yang biasanya disebut dengan nama sekolah angka dua di Jawa, ataupun sekolah guvernemen. Pada sekolah-sekolah desa, yaitu sekolah yang terdiri dari tiga tahun yang ada dibawah sekolah angka tadi digunakan bahasa Nusantara yang lain.Disini terlihat bagaimana pendeknya pendidikan bahasa Melayu itu, yaitu hanya 2 tahun saja. Disamping itu juga dapat dikatakan bahwa bahasa Melayu telah mendapat tantangan pertama dari bahasa Nusantara, yaitu dengan digunakannya bahasa Nusantara yang lain pada sekolah-sekolah desa, yang memakan waktu lebih dari setengah dari masa pendidikan yang rata-rata mungkin dapat dicapai oleh sebagian terbesar rakyat Indonesia (dan ini tentu saja adalah politik dari masa pemerintahan Hindia Belanda).
Dan hal ini ditambah lagi dengan suasana bahasa dari tiap tiap murid tadi, yang justru bahasa rumah tangganya adalah salah satu dari bahasa Nusantara tadi. Karena itu dapat dibayangkan bagaimana kecilnya hasil yang dapat dicapai dengan cara ini, sehingga tidak mengherankan bila bahasa Melayu hanya dikenal oleh kelompok kecil saja dari penduduk Indonesia yang dapat tulis baca.
Keadaan ini mungkin disesuaikan politik pemerintah Belanda yang mengusahakan supaya kesatuan Indonesia yang antara lain dengan sebuah bahasa sebagai alatnya, jangan sampai terjadi hendaknya. Disamping itu hal ini juga didampingi dengan usaha untuk menghilangkan Indonesia sebagai suatu kesatuan kebudayaan, sebagai yang akan dapat terlihat pada uraian selanjutnya ini.
Pada zaman pemerintahan hindia Belanda dikenal atau lebih sistem sekolah, yang dapat disebutkan sebagai sistem sekolah berbahasa Belanda dan yang tidak berbahasa Belanda. Kedalam yang berbahasa Belanda dapat dimasukkan HIS, HCS, ELS dan lain-lain sebagainya. Dalam sekolah - sekolah ini, sejak dari kecil dididik berbahasa Belanda, sehingga yang belajar disana boleh dikatakan tak mengenal bahasa Melayu, atau hanya beranggapan bahwa bahasa Indonesia hanya baik untuk berhubungan dengan orang-orang yang tak bersekolah.
Bahasa Melayu bagi mereka hanya sebuah tembelan belaka. Dan keadaan ini merupakan tantangan kedua bagi penyebaran Bahasa Melayu ketika itu. tantangan ini ditambah lagi dengan adanya ide-ide dari petugas pemerintahan jajahan Hindia Belanda untuk menghilangkan pemakaian bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar pada sekolah - sekolah angka dua, dan diganti dengan bahasa Belanda, sebagai yang telah dianjurkan oleh G.J. Nieuwenhuis (Slametmulyana.1957,7). Untung saja hal ini tidak jadi langsung, karena adanya tantangan dari setengah orang Belanda, yang merasa ini sebagai pemborosan uang yang tak ada gunanya.
Begitulah keadaan perkembangan dan penyebaran bahasa melayu sampai datangnya Jepang, yang sama sekali tidak mempunyai perspektif yang lebih menguntungkan.
Dijual Buku Antik dan Langka Sastra Sejarah Dll
Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas
Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.
Posting Komentar