Orang Mentawai |
Adat Kebudayaan Suku Mentawai
Kebanyakan dari suku mentawai tinggal di kampung-kampung. Kampung tersebut terletak di pinggir sungai di pedalaman, Walaupun ada pula yang letaknya di pinggir pantai. Tiap kampung terdiri dari tiga sampai lima wilayah yang disebut perumaan, yang berpusat pada satu rumah adat yang besar atau Uma. Suatu Uma merupakan bangunan yang besar dan megah. Panjang Uma mencapai hingga 25 meter dan lebarnya berkisar 10 meter. Kerangka Uma terbuat dari kayu bakau, lantainya dari batang nibung, dinding rumahnya dari kulit kayu, sedangkan atapnya dari daun sagu. Fungsi dari Uma sendiri adalah sebagai balai pertemuan umum untuk upacara dan pesta adat bagi anggota-angotanya yang semuanya masih terikat hubungan kekerabatan menurut adat.
Masyarakat Mentawai masih amat tertutup sampai sekarang, adat istiadat juga masih menghiasi hidup orang. Pelanggaran adat tidak hanya menyebabkan seseorang akan dikucilkan, tapi juga akan dikenakan sangsi adat atau tulon. Mereka adalah cerminan dari orang-orang yang menjunjung tinggi adat-istiadat dari nenek moyang.
Suku Mentawai adalah sekelompok masyarakat yang tinggal hidup dan menetap di kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. |
Agama Suku Mentawai
Mayoritas orang Mentawai memeluk agama Katolik, dan sebagian beragama Protestan, Islam, atau Bahai. Namun demikian, sebagaian penduduk Mentawai masih tetap memegang teguh religinya yang asli, yaitu Arat Sabulungan. Arat berarti adat, Sa berarti seikat dan bulungan berarti daun. Disebut Sabulungan karena dalam setiap acara ritualnya selalu menggunakan daun-daun yang dipercaya dapat menghubungkan manusia dengan Sang Maha Kuasa atau disebut sebagai Ulau Manua (Tuhan). Pada dasarnya sabulungan mengajarkan keseimbangan antara alam dan manusia. Kepercayaan itu mengjarkan bahwa manusia harus memperlakukan alam, tumbuh-tumbuhan, air, dan binatang seperti dirinya.
Dalam kepercayaan suku Mentawai tentang daun atau lebih luasnya lagi pohon atau hutan merupakan tempat bersemayam bagi para dewa-dewa yang harus dihormati. Jika tidak, maka malapetakalah yang akan ditemui. Ada tiga dewa yang dihormati dalam ajaran Sabulungan. Pertama Tai Kalelu, yakni dewa hutan dan gunung. Pesta adat sebelum berburu selalu dipersembahkan kepada dewa ini. Kedua adalah Tai Leubagat, yang merupakan dewa laut. Ketiga yaitu Tai Kamanua, yang merupakan dewa langit sang pemberi hujan dan kehidupan.
Suku Mentawai tinggal di rumah panggung besar yang disebut dengan Uma |
Kebudayaan Yang Punah
Seiring pengaruh yang masuk dari luar, baik di masa penjajahan atau setelah kemerdekaan Indonesia, Arat Sabulungan tidak bisa dilakukan lagi dalam bentuk formal. Arat Sabulungan dianggap sebagai kepercayaan yang sesat, bahkan segala atribut mereka dibakar dan dimusnahkan. Padahal yang mereka sembah adalah pengusa langit dan bumi yang tidak kelihatan, yang sejumlah agama disebut Tuhan. Saat pemerintah hanya menetapkan lima agama yang boleh dianut oleh masyarakat, akhirnya perlahan-lahan kepercayaan ini hilang.
Pada tahun 1950-an kehancuran Arat Sabulungan semakin menjadi karena gencarnya masuknya agama ke Mentawai. Pada mulanya masyarakat Mentawai menolak dengan keras bahkan melakukan perlawanan fisik dengan kedatangan agama tersebut karena mereka beranggapan bahwa mereka sudah mempunyai agama yang dijadikan pegangan hidup. Beberapa penduduk ditangkap dan dipenjarakan untuk memaksa agar orang Mentawai meninggalkan Arat Sabulungan dan menganut agama impor tersebut. Betapa suramnya masa itu, masyarakat ketakutan dalam menjalankan ritualnya karena tak ada belas kasihan bagi mereka yang menjalankan kepercayaannya.Pemaksaan itulah yang menghancurkan kepercayaan suku Mentawai, baik dari simbol maupun dari nilai luhur yang ada padanya.
Peradaban Mentawai dihancur leburkan oleh kepercayaan asing tersebut. Namun dalam perkembangan setelah agama tadi masuk, agama tersebut tidak banyak memberikan ketentraman dalam jiwa mereka. Agama telah menghancurkan budaya dan kearifan lokal tersebut, dan yang lebih mengerikan lagi adalah generasi muda Mentawai yang kehilangan identitas akan keaslian suku mereka.
Para misionaris dan pemerintah Indonesia telah menghancurkan peradaban Mentawai, menjadikan suku Mentawai asing di tanahnya sendiri dikarenakan budaya mereka yang punah.
Beruntung Mentawai bagian Siberut masih gigih mempertahankan kepercayaan dan nilai itu. Mereka setengah mati mempertahankan Arat Sabulungan yang diyakininya. Namun, di Mentawai bagian selatan seperti pulau Pagai Utara, Pagai Selatan, dan Sipora nilai luhur tradisi Arat Sabulungan telah menipis.
Pemaksaan dalam keyakinan yang dianut bagaimanapun caranya merupakan hal yang tidak bisa dibenarkan. Pemerintah seharusnya menjamin dan melindungi kepercayaan tiap-tiap warga negara di republik ini. Demikian pula keselarasan hidup orang Mentawai, akan terasa lebih tentram jika tanpa pemaksaan terhadap keyakinan yang mereka anut. Semoga tidak ada lagi kisah pemaksaan yang merenggut kebebasan keyakinan di negeri kita yang tercinta ini.
Dijual Buku Antik dan Langka Sastra Sejarah Dll
Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas
Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.
Posting Komentar