Mbaru Niang
adalah rumah adat yang berada di Pulau Flores Indonesia. Rumah adat Mbaru Niang ini sangat unik berbentuk kerucut dan memiliki 5 lantai dengan tinggi sekitar 15 meter. Rumah adat Mbaru niang ini sangat langka karena hanya tinggal beberapa dan hanya terdapat di kampung adat Wae Rebo yang terpencil di atas pegunungan.
Usaha untuk mengkonservasi Mbaru Niang telah mendapatkan penghargaan tertinggi kategori konservasi warisan budaya dari UNESCO Asia-Pasifik tahun 2012 dan menjadi salah satu kandidat peraih Penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur tahun 2013.
Mbaru Niang berbentuk kerucut dengan atap yang hampir menyentuh tanah. Atap yang digunakan rumah adat Mbaru Niang ini menggunakan daun lontar. Mirip rumah adat "honai" di Papua, Mbaru Niang adalah rumah dengan struktur cukup tinggi, berbentuk kerucut yang keseluruhannya ditutup ijuk.
Mbaru Niang memiliki 5 tingkat dan terbuat dari kayu worok dan bambu serta dibangun tanpa paku. Tali rotan yang kuatlah yang mengikat konstruksi bangunan. Setiap mbaru niang dihuni enam sampai delapan keluarga.
Setiap lantai rumah Mbaru Niang memiliki ruangan dengan fungsi yang berbeda beda yaitu:adalah rumah adat yang berada di Pulau Flores Indonesia. Rumah adat Mbaru Niang ini sangat unik berbentuk kerucut dan memiliki 5 lantai dengan tinggi sekitar 15 meter. Rumah adat Mbaru niang ini sangat langka karena hanya tinggal beberapa dan hanya terdapat di kampung adat Wae Rebo yang terpencil di atas pegunungan.
Usaha untuk mengkonservasi Mbaru Niang telah mendapatkan penghargaan tertinggi kategori konservasi warisan budaya dari UNESCO Asia-Pasifik tahun 2012 dan menjadi salah satu kandidat peraih Penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur tahun 2013.
Mbaru Niang berbentuk kerucut dengan atap yang hampir menyentuh tanah. Atap yang digunakan rumah adat Mbaru Niang ini menggunakan daun lontar. Mirip rumah adat "honai" di Papua, Mbaru Niang adalah rumah dengan struktur cukup tinggi, berbentuk kerucut yang keseluruhannya ditutup ijuk.
Mbaru Niang memiliki 5 tingkat dan terbuat dari kayu worok dan bambu serta dibangun tanpa paku. Tali rotan yang kuatlah yang mengikat konstruksi bangunan. Setiap mbaru niang dihuni enam sampai delapan keluarga.
- Tingkat pertama disebut lutur digunakan sebagai tempat tinggal dan berkumpul dengan keluarga.
- Tingkat kedua berupa loteng atau disebut lobo berfungsi untuk menyimpan bahan makanan dan barang-barang sehari-hari
- Tingkat ketiga disebut lentar untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan, seperti benih jagung, padi, dan kacang-kacangan.
- Tingkat keempat disebut lempa rae disediakan untuk stok pangan apabila terjadi kekeringan.
- Tingkat kelima disebut hekang kode untuk tempat sesajian persembahan kepada leluhur.
Bentuk Pelestarian.
Sayangnya, karena minimnya pengetahuan untuk menjaga keberadaan Mbaru Niang, rumah ini sempat mengalami kerusakan karena di makan usia. Sampai akhirnya pada 2008, seorang arsitek dari Jakarta bernama Yoris Antar melakukan pencarian rumah adat ini dengan hanya berbekal kartu pos yang bergambar Mbaru Niang.
Yoris lalu menggerakkan penduduk Wae Rebo dan memelopori pengumpulan dana untuk pelestarian rumah adat ini. Lewat pemugaran dan pembangunan kembali rumah adat Mbaru Niang, penduduk setempat, terutama para pemuda bisa belajar cara membangun dan melestarikan rumah adat ini.
Kerja keras sebagai bentuk akan cinta kebudayaan Tanah Air pun membuahkan hasil yang indah. Pada Agustus 2012, di Bangkok, Thailand, masyarakat adat Wae Rebo atas upayanya melestarikan tujuh Mbaru Niang mendapatkan penghargaan "Asia Pacific Heritage Awards for Cultural Heritage Conservation" dari UNESCO. Ini merupakan penghargaan tertinggi dalam bidang pelestarian warisan budaya dari UNESCO bagi individu atau organisasi yang sukses melakukan konservasi terhadap bangunan sejarah dan budaya lokal.
Lokasi dan Akses.
Lokasinya berbatasan langsung dengan Taman Nasional Komodo. Berada sekitar 1.100 mdpl, Wae Rebo merupakan sebuah desa terpencil yang dikelilingi pegunungan dan panorama hutan tropis lebat di Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores. Wae Rebo kini telah tumbuh menjadi tujuan favorit untuk eko-pariwisata. Untuk sampai ke Wae Rebo, dapat dipilih jalur melalui Ruteng dan trekking dari Desa Sebu Denge ke Sungai Ras Wae.
Desa Wae Rebo bisa ditempuh 4 jam perjalanan darat dari Ruteng dengan medan berkelok menuju Desa Dintor. Dari Dintor kemudian jalan langsung menanjak. Melewati pematang sawah dan jalan setapak dari Sebu sampai Denge. Perjalanan masih berlanjut menuju Sungai Wae Lomba. Barulah setelah sungai itu akan tiba di Desa Wae Rebo. Dari berbagai sumber.
Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas
Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.
Posting Komentar