Kisah Pengembaraan Bujangga Manik Dalam Naskah Kuno Siksa Kandang Karesian Bagain 2

Dijual Buku Antik dan Langka





Isi Dalam Naskah dan sedikit penjabaran-nya

Perjalanan Pertama
Prabu Jaya Pakuan adalah penulis naskah tersebut. Namanya muncul pada baris ke-14.

midangdam sakadatuan,
mo lain di pakancilan,
tohaan eukeur nu ma(ng)kat,
pa(e)rebu jaya pakuan
saurna karah sakini :
(brs.10-14)

Nama alias dari penulis itu sendiri adalah Bujangga manik yang dapat di temukan pada baris ke-456.

"saur a(m)buing sakini:
'rakaki bujangga manik,
rakean ameng layaran,
utun, kita ditanyaan,
ditanyaan ku tohaan,
(brs.455-459)

Pada baris ke 15-20, Bujangga manik diceritakan akan meninggalkan ibunya untuk pergi ke daerah timur. Digambarkan dengan suasana sedih di istana (Pakuan) di pakancilan, dia mengucapkan kata-kata perpisahan kepada ibunya dengan memberitahukan bahwa dia akan mengembara ke timur.

'A(m)buing tatanghi ti(ng)gal,
tarik-tarik dibuhaya,
pawekas pajeueung beungeut,
kita a(m)bu deung awaking,
héngan sapoé ayeuna,
aing dék leu(m)pang ka wétan'.
(brs.15-20)

Dari kebiasaannya, dapat diketahui bahwa dia mengenakan ikat kepala (saceundeung kaen) yang di tulis pada baris ke-36.

na leu(m)pang saceu(n)dung kaen
(brs.36)

Setelah dia meninggalkan pakancilan, dia berjalan melewati Windu cinta, Manguntur, Pancawara, dan Lebuh Ageung. Di jalan banyak orang-orang yang bertanya-tanya keheranan melihat Prabu Jaya Pakuan melakukan perjalanannya sendiri, tapi sang prabu tidak menghiraukannya. Ia terus berjalan menuju Pakeun Caringin, Nangka anak, Tajur Mandiri, Suka beureus, Tajur nyanghalang dan Engkih. Ia lalu menyebrangi sungai Ci-Haliwung, mendaki Banggis, tiba di Talaga Hening dan terus berjalan hingga ke Peusing. Kemudian dia menyebrangi ke Ci-Lingga, melewati Putih Birit dan mendaki jalur Puncak. Di Puncak, dia beristirahat sejenak. mengipasi badannya dan menikmati pemandangan, khususnya Gunung Gede, yang pada baris ke 59 - 64, dia sebut sebagai titik tertinggi di tatar Pakuan (Ibu kota kerajaan Sunda).

Sadatang aing ka Puncak,
deuuk di na mu(ng)kal datar,
teher ngahididan
Teher sia ne(n)jo gunung:
itu ta na bukit Ageung,
hulu wano na Pakuan.
(brs.59-64)

Dari puncak, dia melanjutkan perjalanan menuju kali Pamali (Sekarang lebih sering disebut kali Brebes) dan menyebranginya untuk masuk ke daerah Jawa. Di daerah Jawa dia mengembara ke berbagai desa yang termasuk kerajaan Majapahit dan bukit di wilayah kerajaan Demak. Dia melewati Jatisari dan tiba di Pamalang. Di Pamalang, Bujangga Manik merindukan ibunya dan memutuskan untuk pulang seperti yang di tulisnya pada baris ke 86-95.

sanepi ka Jati Sari,
datang aing ka Pamalang.
di inya aing teu heubeul.
katineung na tuang a(m)bu,
lawas teuing diti(ng)galkeun.
tosta geura pulang deui
mumul / nyorang urut aing.
itu parahu Malaka.
turun aing ti Pamalang,
tuluying nu(m)pang balayar
(brs.86-95)

Kepulangnya ini tidak seperti pada saat keberangkatannya yang dilakukan dengan berjalan kaki. Kali ini dia menumpang kapal yang datang dari Malaka. Kesultanan Malaka yang mulai dari pertengahan abad ke-15 ini telah ditaklukkan oleh Portugis dan menguasai perdagangan pada perairan ini. Keberangkatan kapal tersebut digambarkan oleh Bujangga Manik pada baris ke 96-120 secara detil. Suasana seperti bedil yang ditembakan, alat-alat musik yang dimainkan, dan beberapa lagu yang dinyanyikan oleh awak kapal hingga bahan yang digunakan untuk membuat kapal tersebut seperti berbagai jenis bambu dan rotan, tiangnya yang terbuat dari kayu laka dan juru mudi-nya yang berasal dari India, di tuliskan-nya di dalam naskah tersebut. Bujangga Manik sungguh terpesona melihat beberapa awak kapal yang berasal dari berbagai bangsa itu.

Perjalanan pulangnya ini, dari Pamalang menuju Kalapa (Pelabuhan kerajaan Sunda yang sekarang terletak di kelurahan Penjaringan, kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara) di tempuh dalam waktu setengah Bulan. Dalam perjalanannya ini, Bujangga manik membuat nama alias lainnya yaitu Ameng Layaran. Setibanya di Kalapa, yang di tulisnya pada baris ke 145-149,dia melewati Pabeyaan dan meneruskan perjalanannya menuju istana kerajaannya di Pakuan, di bagian kota Bogor sekarang (J. Noorduyn. 1982:419). Setelah memasuki Pakancilan, dia pergi menuju paviliun dan memasukinya. Setelah memasuki paviliun yang sarat dengan hiasan duduk itu. Dia melihat ibunya yang sedang menenun (teknik menenunnya dijelaskan dalam baris 160-165).

eukeur ngeuyeuk eukeur meubeur,
eukeur nyulage mihane,
neuleum nuar nyangkuduan,
ngaracet ka(n)teh pamulu,
ngela sepang ngangeun hayam.
(brs.160-165)

Sang Ibu kemudian melihatnya dan begitu bahagia melihat anaknya telah kembali. Dia segera meninggalkan pekerjaannya itu (menenun) lalu pergi masuk ke ruang-dalam melewati beberapa lapis tirai, dan naik ke tempat tidurnya. Sang Ibu menyisir rambut dan berdandan kemudian menyiapkan sambutan untuk anaknya dengan menghidangkan sebaki perlengkapan untuk mengunyah sirih bahkan ibunya mengenakan baju mahal. Dia kemudian turun dari kamar tidurnya lalu pergi ke paviliun untuk menyambut anaknya itu. Bujangga Manik menerima perlengkapan mengunyah sirih yang ditawarkan ibunya. Bersambung ke Bagian 3  >>



Dijual Buku Antik dan Langka Sastra Sejarah Dll
Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas

Postingan terkait

Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.

Kisah Pengembaraan Bujangga Manik Dalam Naskah Kuno Siksa Kandang Karesian Bagain 2

Posting Komentar