Lingga pada tangga masuk Bangunan teras berundak Lebak Banten
Situs Megaliktik Cibedug Banten
Situs Lebak Cibedug menurut beberapa ahli prasejarah antara lain Van der Hoop, R. von Heine Gelderen, R.P. Soejono digolongkan kepada bangunan megalitik masa prasejarah. Sebagaimana disebutkan dalam uraian bab terdahulu, para ahli tersebut berpendapat bahwa yang ada di situs Lebak Cibedug adalah sebuah menhir.
Sebaliknya Saringendyanti berpendapat bahwa situs Lebak Cibedug mempunyai ciri kehinduan yang terlihat pada lingga yang selama ini dikata-kan sebagai menhir, yang tertancap di sungai Cibedug. Oleh karena itulah, situs Lebak Cibedug digolongkan pada tradisi megalitik. Sebuah sumber mata air berdiameter 35 cm, ditemukan di ujung tangga pintu dinding utara di teras II di sebelah timur kolam terdapat lingga (menhir yang telah dihaluskan membentuk lingga). Awal perjalanan upacara sangat mungkin dimulai dari kolam (mata air) itu. 139 Sementara itu, temuan lain di luar komplek tersebut adalah bangunan berbentuk segi empat berjarak sekitar 75 m arah timur laut dari bangunan teras berundak.
Bangunan itu menempati areal seluas sekitar 10 x 8 m. Pada bagian tengah bangunan terdapat lubang sumuran berukuran diameter 50 cm dengan kedalaman sekitar satu m. Sekitar 1,5 m sebelah timur lubang sumuran terdapat dua buah menhir dan serakan lempengan-lempengan batu. Selain itu, pada lereng Pegunungan Pasir Manggu, berjarak sekitar 75 m arah timur bangunan teras berundak, ditemukan batu-haw tegak menempati areal seluas 15 x 10 m.
Batu-batu tegak itu disusun melingkar menyerupai pola batu temu gelang. Salah satu batu tegak (menhir) terbesar dalam kelompok itu ujungnya diperhalus membentuk lingga, berdiri tegak diapit oleh dua batu tegak yang lebih kecil. Temuan lainnya adalah batu bergores terbuat dari bongkahan batu atidesit, terletak 20 m arah timur dari bangunan teras ber-tindak. Goresan itu hampir tidak terlihat karena batu dalam keadaan aus. Diduga goresan itu berbentuk gambar.
Kompleks bangunan Lebak Cibedug sampai saat ini masih dikeramatkan oleh penduduk sekitarnya yang mayoritas memeluk agama Islam. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan bercocok tanam (padi), mereka melakukan upacara dengan dipimpin oleh seorang ketua adat "Abah Kolot". Upacara itu, pada intinya memohon restu pada lelu-hur agar diberi hasil panen yang melimpah dan dijauhkan dari hama penyakit. Sumber: Sejarah tatar Sunda 2003 Oleh: Nina H Lubis dkk
Dijual Buku Antik dan Langka Sastra Sejarah Dll Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas
Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.
Posting Komentar