Sejarah Peristiwa G 30 S PKI Bagian 2

Dijual Buku Antik dan Langka


" ADE IRMA SURYANI NASUTION "


" OKTOBER HITAM "
Darah Ade,perempuan mungil itu
Menetes sepanjang tongkat
Yang tertekan dikuburan
Menahan berat beban cobaan
Tapi tetap tegak bertahan

Sembilu telah mengiris langit

Menyayat-nyayat mega
Menurunkan gerimis
Semua berbisik
Tiada henti
Menyebut namamu

Kamipun terjaga dalam Oktober yang hitam

Bangkit dari kabut ilusi
Tahun-tahun meleleh,tangan 'kan menegak keadilan
Dalam deram tak tertahan-tahan !
(Taufik Ismail)


MALAM BENCANA
Akhirnya malapetaka itu terjadi juga. Kamis malam tanggal 30 September 1965, enam perwira tinggi yang mempunyai kedudukan penting di markas besar ABRI, diculik dengan kekerasan oleh sepasukan tentara. Dalam peristiwa ini dua perwira muda mati tertembak dan putri bungsu Jenderal A. H. Nasution "Ade Irma Suryani Nasution" ditembak di atas pangkuan penjaganya. Anak manis, umur lima tahun yang tak berdosa ini, diharuskan membayar dengan jiwanya, akibat kegagalan tentara liar tersebut untuk menculik ayahnya.

Pagi Jumat, besok paginya, penduduk Jakarta dikejutkan oleh pengumuman gerakan "30 September", yang menyatakan bahwa gerakan itu ditujukan pada 'Dewan Jenderal', yang akan mengadakan Coup terhadap pemerintah yang syah. Siang harinya diumumkan dekrit pembentukan Dewan Revolusi di pusat dan di daerah-daerah serta pembubaran kabinet. Dewan Revolusi dikatakan sebagai sumber segala kekuasaan, sedangkan kegiatan sehari-hari akan dijalankan oleh Presidium Dewan.

Sejam kemudian diumumkan pula bahwa Ketua Dewan Revolusi yang beranggotakan 45 orang, ialah Letkol. Untung. Sejak waktu itu pangkat tertinggi dalam ketentaraan ialah Letnan Kolonel.

Sementara itu, setelah menerima laporan dari Panglima Komando Daerah Militer V/Jaya, Mayor Jenderal Umar Wirahadikusumah, tentang gerakan militer tanpa otorisasi, Mayor Jenderal Soeharto, Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad) mengambil alih pimpinan AD untuk sementara. Ia pun segera mengadakan konsinyasi pasukan. Ketika ia mulai bergerak telah diketahui dua-tiga hal yang penting. Pasukan yang menyerbu para perwira ialah BataIvon I Resimen Cakrabirawa, pasukan khusus pengawal Presiden, sedangkan yang menduduki RRI Pusat dan PN Telekomunikasi adalah sebagian dari Batalyon 454/Diponegoro yang kebetulan berada di Jakarta untuk merayakan hari ABRI 5 Oktober. Maka dengan menggunakan pasukan Kostrad dan Batalyon 328/Siliwangi usaha penumpasan pun dimulai.

Sebagian dari pasukan G-30-S di sekitar lapangan Merdeka dapat disiagakan, tetapi yang lain mundur ke Pangkalan Halim. Pada jam 19:00 hari itu Kolonel Saro Edhie Wibowo dengan pasukan RPKAD dalam waktu kurang dari 30 menit berhasil merebut kembali RRI dan Telekomunikasi.

Setelah lebih dulu memberi pesan agar Presiden Soekarno yang telah mencari perlindungan di Lapangan Terbang Halim, meninggalkan pusat kegiatan pemberontak itu, Mayor Jenderal Soeharto memberi perintah unruk memasuki Halim. Tanggal 2 Oktober. Halim jatuh ke tangan Kostrad. Petualangan G-30-S di Jakarta praktis telah dilumpuhkan.

Dekrit -Dewan Revolusi" yang diumumkan pemberontak ketika menguasai RRI serta merta memperlihatkan pula siapa yang berada di belakang G-30-S dan siapa pula pendamingnya.

Harian Rakyat vane terbit 1 Oktober menvambutgembira kehadiran Dewan Revolusi. Di daerah-daerah PKI dan unsur-unsur tentara yang telah dipengaruhinya mengambil inisiatif untuk membentuk Dewan Revolusi Daerah. Seperti halnya di Jakarta ketika Dewan Revolusi daerah itu mulai mengadakan aksi mereka, korban pun berjatuhan.

Presiden Soekarno mengumumkan lewat pada pukul 01:30 dini hari, 3 Oktober 1965 bahwa Mayor Jenderal Soeharto diangkat sebagai Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban dan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) telah dibentuk status Kopkamtib diperkuat 1 November dan disempurna-kan 6 Desember 1965. Pada tanggal 3 Oktober ini pulalah ditemukan lubang sumur di Lubang Buaya yang dipakai sebagai kuburan masal bagi para Perwira Tinggi yang telah diculik. Ketika pada keesokan harinya jenazah mereka digali, diketahuilah bahwa sebelum dibunuh, mereka lebih dulu disiksa dan dianiaya.

Pada tanggal 5 Oktober 1965, para perwira tersebut secara resmi dianugerahi gelar 'Pahlawan Revolusi' . Dengan upacara penghormatan militer serta diiringi rasa keharuan yang mendalam dari bangsa yang ditinggalkan.


  • Letnan Jenderal Ahmad Yani, Lenten/ Panglima Angkaran Darat.
  • Mayor Jenderal R. Soeprapto, Deputy II Menteri/Panglima Angkatan Darat.
  • Mayor Jenderal Haryono, MT Deputy III Menteri/Panglima Angkatan Darat.
  • Mayor Jenderal S. Parman. Assisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat .
  • Brigadir Jenderal D.I. Panjaitan.
  • Brigadir Jenderal Soetojo S., Inspektur Kehakiman Angkatan Darat.
  • PA. Tendean, Ajudan Menko Hankam/Kasab.
  • Brigadir Polisi, KS. Tubun dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.


"Betapa hatiku tak' kan pilu
Telah gugur pahlawanku ....."

diiringi lagu ciptaan Ismail Marzuki, Gugur Bunga, mereka dikembalikan keharibaan Sang Pencipta dengan penuh keharuan. Petaka nasional ini ternyata adalah awal dari berakhirnya era Demokrasi Terpimpin. Namun, dalam waktu yang bersamaan seorang patriot besar memulai perjalanan akhirnya yang memilukan, ia ditinggalkan oleh rakyat yang dicintainya dan yang dikecewakannya.

Dalam krisis politik ini sebuah kekuatan baru yang yang ditempa baru, menyeruak mencari jalan untuk memulai "Trace Baru" perjuangan bangsa.

Sumber:50 TAHUN INDONESIA MERDEKA
Fifty Years Independence of Indonesia
1945-1965.

Dijual Buku Antik dan Langka Sastra Sejarah Dll
Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas

Postingan terkait

Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.

Sejarah Peristiwa G 30 S PKI Bagian 2

Posting Komentar