Sejarah Legiun Mangkunegaran, Pasukan Tentara Modern Pertama di Jawa

Dijual Buku Antik dan Langka

Sejarah Legiun Mangkunegaran, Pasukan Tentara Modern Pertama di Jawa


Munculnya Legiun Mangkunegaran berawal dari perjuangan Raden Mas Said bersama para pengikutnya yang merasa kecewa terhadap pemerintahan serta ketidakadilan yang dilakukan oleh Paku Buwono II. Embrio dari Legiun Mangkunegaran adalah prajurit yang berjuang bersama Raden Mas Said. Dengan ikrar tiji tibeh yang artinya apabila salah satu ada yang jatuh semua ikut merasakan, apabila salah satu mendapat kebahagiaan maka semua ikut menikmati, Raden Mas Said dapat menyatukan pasukannya dan memenangkan berbagai pertempuran.

Sejarah Praja Mangkunegaran timbul seiring kemunculan pendirinya yakni Mangkunegara I yang dikenal sebagai Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa. Legiun Mangkunegaran tumbuh dan berakar dari pasukan-pasukan yang ada dari Praja Mangkunegaran. Kesatuan-kesatuan ini timbul semasa pemberontakan Raden Mas Said terhadap keadaan yang tidak adilan di tanah Jawa masa itu. Saat itu terjadi krisis perekonomian di Batavia yang di ikuti oleh rangkaian kerusuhan di daerah pinggiran kota. Muncul pembantaian terhadap orang Tionghoa, kerusuhan dan pencurian pun berlanjut di sekitar Batavia. Akhirnya pada tahun 1740, Kompeni Belanda (VOC) di bawah Gubernur Jenderal Adrian Valckenier membantai orang Tionghoa di Batavia.

Diperkirakan 10.000 orang Tionghoa dibunuh di Kota Batavia. Peristiwa itu memicu pembangkangan massal dan perlawanan bersenjata yang dikenal sebagai Perang Tjina melawan Ollanda. Orang Tionghoa dan Jawa bersatu melawan Belanda. Ibu Kota Mataram di Kartasura yang dianggap dekat dengan VOC turut diserbu pasukan Tioanghoa dan Pasukan Jawa. Komandan pasukan Tionghoa, Kapten Sie Pan Jang diketahui menjadi guru militer Raden Mas Said.

Penguasa Mataram, Pakubuwana II menghadapi pilihan sulit. Kalangan Istana Mataram terpecah dalam dua kelompok yakni Fraksi Patih Natakusuma termasuk Raden Mas Said memilih melawan VOC dengan jalan bergabung bersama perlawanan pasukan Tionghoa. Kelompok lain yang dipimpin oleh penguasa daerah pesisir Jawa menilai VOC akan menang sehingga Raja diminta menunggu perkembangan. Tetapi Raden Mas Said memilih pergi meninggalkan Keraton Kartasura, menyusun kekuatan di Laroh, sekitar Wonogiri. Raden Mas Said memimpin pasukan pemberontak yang bergerilya selama 16 tahun.

Dalam perjuangannya, Raden Mas Said melakukan kerjasama dengan Sunan Kuning dan Pangeran Mangkubumi. Ketika bekerjasama dengan Sunan Kuning, Raden Mas Said dibekali dengan kepandaian mengatur strategi serta cara menggunakan senjata dan kemudian diangkat sebagai senopati yang bergelar Pangeran Prangwedana memimpin 300 orang prajurit berani mati. Pertempuran pertama yang dilakukan bersama Sunan Kuning adalah melawan prajurit Kompeni dan prajurit dari Ternate. Hasil dari pertempuran tersebut adalah Raden Mas Said memperoleh kemenangan. Setelah menaklukkan Madiun dan Ponorogo, Raden Mas Said berpisah dengan Sunan Kuning yang kemudian tertangkap dan di buang ke Ceylon.

Kerjasama dengan Pangeran Mangkubumi dilatarbelakangi adanya kekecewaan dari Pangeran Mangkubumi terhadap Paku Buwono II. Sebelumnya, Paku Buwono II menjanjikan hadiah tanah lungguh sebesar 3.000 cacah kepada siapa saja yang berhasil mengalahkan Raden Mas Said. Ketika Pangeran Mangkubumi berhasil mengalahkan Raden Mas Said dan menuntut hadiah tanah lungguh yang telah dijanjikan, Paku Buwono II tidak memenuhi janjinya dan Pangeran Mangkubumi keluar dari Keraton bergabung dengan Raden Mas Said untuk melakukan perlawanan. Kerjasama dengan Pangeran Mangkubumi tidak berjalan lama, karena Pangeran Mangkubumi menghendaki perdamaian dengan Belanda. Kemudian pada tahun 1755 terjadi perjanjian Giyanti yang membagi Mataram menjadi dua bagian.

Pemberotakan Raden Mas Said sulit dibendung, sehingga pihak Kompeni mengajukan perundingan perdamaian. Dalam pertemuan di Salatiga tanggal 17 Maret 1757, Raden Mas Said diangkat menjadi Pangeran Miji yang berkedudukan dibawah Susuhunan Surakarta, mendapat hak 4.000 cacah (rumah tangga). Raden Mas Said dan pengikutnya kemudian membangun kadipaten Mangkunegaran yang berada di tengah kota Surakarta. Raden Mas Said mendapat gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara.

Praja Mangkunegaran menjadi Legiun Mangkunegaran

Adalah Mangkunegara II, penerus Mangkunegara I (Raden Mas Said) yang mendapat ilham membentuk pasukan modern ala Grande Armee yang saat itu menguasai daratan Eropa. Pada saat pemerintah kolonial dipegang oleh Gubernur Jenderal Deandels, secara resmi mengeluarkan surat keputusan pada hari jumat tanggal 29 Juli 1808 yang menetapkan keberadaan Legiun Mangkunegaran dalam pasukan gabungan Perancis-Belanda-Jawa dalam perang melawan Inggris.

Nama Legiun mengadopsi organisasi militer Perancis, yang pada tahun 1808-1811 pernah menguasai Jawa dibawah kekuasaan Napoleon Bonaparte. Tidak hanya nama, Legiun Mangkunegara juga mengadopsi militer Perancis secara fisik, persenjataan, taktik dan organisasi. Para prajurit infanteri disebut sebagai Fusilier atau disingkat Fusi (sebutan prajurit infanteri dalam terminologi militer Perancis).

Saat didirikan tahun 1808, salah seorang perwira terkenal dari Legiun Mangkunegara adalah Pangeran Prang Wedana. Pangeran Prang Wedana diketahui dengan setia mendampingi Jenderal Jansens hingga saat terakhir ketika pasukan Perancis-Belanda dan serdadu lokal, termasuk Legiun Mangkunegara, dipukul Inggris dalam pertempuran Meester Cornelis di Batavia dan Jatingaleh di Semarang. Ketika banyak prajurit dan perwira lari meninggalkan Jansens yang sudah kalah dan patah semangat, Pangeran Prang Wedana terus mendampingi hingga Perancis menyerah kepada Inggris di Tuntang dekat Kota Salatiga.

Seragam Militer ala Perancis – Jawa

Sejarah Legiun Mangkunegaran, Pasukan Tentara Modern Pertama di Jawa


Legiun Mangkunegara merupakan salah satu bentuk kemampuan local genius di Nusantara dalam memadukan budaya asing dengan pengetahuan setempat. Cara berbusana para serdadu dan perwira Legiun Mangkunegara menggunakan seragam yang merupakan gabungan antara seragam militer Perancis dan Jawa. Menggunakan seragam topi syako dan jas hitam pendek bagi bintara dan prajurit, sedangkan perwira memakai topi syako, jas hitam, dan celana putih.

Legiun Mangkunegaran sempat dibubarkan setelah Inggris berkuasa, tetapi kemudian dihidupkan kembali karena perang Napoleon masih bergejolak dan Eropa masih belum stabil menyusul kembalinya Napoleon dari pengasingan di pulau Elba. Berdasarkan surat keputusan Letnan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles yang mewakili Serikat Dagang Hindia Timur Inggris tanggal 13 Februari 1812, Legiun Mangkunegaran diaktifkan kembali dan diminta membantu pemerintahan Sela (British Interregnum) yang berlangsung sejak 1811-1816.

Di zaman pra-Indonesia merdeka, Legiun Mangkunegaran pernah terlibat dalam banyak perang. Dalam perang Diponegoro ia menjadi penjaga Yogyakarta dan Surakarta dari serangan pasukan Pangeran Diponegoro dan kemudian menghancurkan benteng terakhir Diponegoro. Tentara ini juga turut berperang menundukkan kesultanan Aceh, menumpas bajak laut di Bangka, melawan gerakan Radikal keagamaan hingga perang melawan serbuan Jepang ke Jawa pada 1942.

Posisi Legiun Mangkunegaran

Legiun Mangkunegaran dari semula sudah berada pada posisi sebagai satuan militer yang membantu Perancis-Belanda, Inggris semasa Raffles dan Hindia Belanda. Dalam perang Napoleon, 1908-1811 Legiun Mangkunegara berada di kubu Perancis-Belanda menghadapi Inggris. Namun oleh Raffles kemudian Legiun ini dijadikan tentara yang membantu Inggris. Posisinya bukanlah sebagai tentara pengikut Diponegoro tetapi justru membantu penjajah.

Legiun Mangkunegaran dibentuk dengan dua macam kepentingan, yaitu Legiun merupakan cadangan yang berguna untuk Tentara Hindia Belanda, dan Legiun merupakan alat politik yang digunakan untuk menakut – nakuti setiap usaha meniadakan politik pecah belah. Berkat adanya bantuan keuangan dari Pemerintah Hindia Belanda, Legiun Mangkunegaran mampu bertahan sampai pada masa kekuasaan Mangkunegara VII.

Legiun Mangkunegaran tidak dapat dikatakan sebagai pahlawan maupun pengkhianat bangsa, karena Legiun bekerja berdasarkan profesionalitasnya. Yang ditanamkan pada Legiun adalah patuh kepada perintah pimpinan, rasa kesetiakawanan terhadap sesama anggota dan nasionalisme. Nasionalisme yang dimaksudkan adalah tanah Legiun tersebut.

Via: Sejarah, Kompasiana “Legiun Mangkunegaran – Tentara Jawa Ala Prancis”, Kompas: “Indonesia-Perancis: Pengaruh Napoleon di Pura Mangkunegara”, Sejarawan “Legiun Mangkunegaran II”. Sumber: https://www.mobgenic.com/sejarah-singkat-legiun-mangkunegaran-pasukan-tentara-modern-pertama-di-jawa/

Dijual Buku Antik dan Langka Sastra Sejarah Dll
Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas

Postingan terkait

Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.

Sejarah Legiun Mangkunegaran, Pasukan Tentara Modern Pertama di Jawa

Posting Komentar