Lisung terkait dengan tradisi masyarakat desa yang sering dihubungkan dengan berbagai ritual kehidupan |
Lesung dan Kegunaannya
Lisung (Sunda) atau lesung, lumpang, adalah wadah untuk menumbuk padi yang terbuat dari kayu gelondongan yang dibuat persegi panjang. Bagian tengahnya dikeruk sehingga menjadi legok, menyerupai parit. Di kedua ujungnya ada yang diberi lubang berdiameter sekitar 20 cm dan ada yang tidak. Demikian pula di bagian ujung pucuknya, ada yang diberi lengkungan yang disebut gelung dan ada yang polos. Lisung selalu berpasangan dengan halu (Sunda) atau alu. Panjangnya bermacam-macam, tergantung dari panjang dan besarnya kayu yang dibuatnya. Dalam peribahasa Indonesia kita mengenal ungkapan lesung pipit, artinya pipi yang dekik.
Lisung, terkait dengan tradisi masyarakat desa yang sering
dihubungkan dengan berbagai ritual kehidupan seperti khitanan,
perkawinan, gusaran, panen, dan sebagainya. Pada zaman dahulu, lisung,
selain berfungsi secara praktis sebagai wadah untuk menumbuk padi, bunyi
tumbukannya juga berfungsi sebagai tanda bagi seseorang yang akan
mengadakan kenduri. Bunyi tumbukan lisung yang nyaring itu disebut
Tutunggulan.
Ketika teknologi penggilangan padi belum berkembang seperti
sekarang ini, lisung mempunyai peran yang sangat vital untuk pengadaan
beras. Akan tetapi, ketika teknologi tersebut semakin berkembang pesat,
dan kemudahan pengadaan beras semakin cepat pula, kini lisung menjadi
barang langka dan antik. Bahkan di beberapa tempat (galery barang antik
misalnya), lisung diperjualbelikan atau menjadi hiasan interior rumah.
Akhirnya, lisung hampir tidak pernah difungsikan lagi sebagai alat untuk
menumbuk padi, bahkan barangnya pun sudah jarang ditemukan. Lisung,
sesekali dapat disaksikan penggunaannya pada acara-acara tertentu,
misalnya dalam upacara adat Seren Taun di Cigugur, Kabupaten Kuningan,
atau dalam hiburan Tutunggulan dan Gondang.
Asal-usul lisung terdapat dalam cerita wayang kulit Sri Sulanjana
yang biasanya hanya dilakonkan dalam pergelaran yang berkaitan dengan
upacara Mapag Sri (Dewi Padi). Salah satu adegan dalam lakon tersebut menceritakan
tentang Antareja yang diutus Kresna untuk mengambil sepasang Lembu
Kenya. Lembu artinya sapi dan Kenya artinya putih. Lembu Kenya artinya
sapi yang berwarna putih dan merupakan binatang kesayangan Prabu
Bomantara di kerajaan Trajutisna. Binatang tersebut adalah titipan dari
Betara Guru dengan pesan, bahwa jika ada seseorang dari Pendawa meminta
dan membutuhkan kedua hal tersebut, maka harus diberikan kepadanya.
Antareja kemudian pergi menuju negara Trajutisna dan akhirnya Lembu
Kenya dapat dibawa oleh Antareja ke Amarta. Lembu tersebut diperlukan
untuk menggarap sawah di negara Pandawa.
Sementara itu, Bima disuruh mencari Gajah Dana Putih dan ia pergi
ke Nusakambangan dengan menyeberangi lautan. Ketika sampai di tengah
lautan, kakinya digigit Buaya Putih. Buaya itu kemudian ditendang dan
terlempar sampai ke daratan, namun bangkainya menghilang dan menjadi
lesung. Dua anak buaya juga menggigit kaki Bima, keduanya ditendang juga
dan sampai ke daratan. Bangkai keduanya juga menghilang dan menjadi dua
buah alu (halu, Sunda). Oleh : Toto Amsar Suanda
Dijual Buku Antik dan Langka Sastra Sejarah Dll Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas
Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.
Posting Komentar