Kalau kita berpegang kepada anggapan bahwa, nama jalan Braga di Bandung diambil dari Perkumpulan Tonil Braga yang didirikan oleh Pieter Sitjoff pada tanggal 18 juni 1882, yang berlokasi di tempat itu, maka tahun 1982 yang lalu genaplah 100 tahun usia jalan itu. Padahal menurut catatan sejarah, jauh sebelum Perkumpulan Tonil Braga berdiri, jalan pedati yang berlumpur itu sudah ada yang disebut oleh orang Belanda dengan nama Karrenweg alias jalan Pedatiweg.
Jalan ini menghubungkan rumah/gudang kopi (Koffie parkhuis) milik tuan tanah Andries de Wild, dengan jalan jalan raya Daendels /Raya Pos (Groote Postweg).
Pada awal abad-19, Jalan Braga merupakan jalan setapak yang bisa dilalui kuda, menghubungkan Alun-Alun Bandung - Merdeka Lio - Kampung Balubur - Coblong - Dago - Buniwangi - Maribaya dan turun ke jalan tradisional (Highway Pajajaran) yang menghubungkan Sumedanglarang (Jl.Otista sekarang) dan Wanayasa.
Itulah sebabnya, jalan setapak yang menyusuri sungai Cikapundung sampai ke hulu,konon dahulu kala disebut Wanayasa.
Manurut cerita mendiang M.A. Salmun, sastrawan dan budayawan Sunda yang terkenal itu, berjalan menyusuri Sungai (Cikapundung) dalam bahasa Sunda disebut ngabaraga seperti juga adapun jalan yang menyusuri sungai disebut baraga seperti juga yang menjorok ke laut, di sebut dermaga. Sedangkan sinonim kata jalan adalah marga, Nah, mungkin (?) dari sanalah asal-muasal nama Braga yang terkenal itu.
Yang jelas,menurut tuan J.P. Verhoek (Ketua Braga yang terakhir), nama jalan Braga tidak ada hubungannya dengan penulis darma dari Portugis Theofilo Braga (1843-1924) atau nama Dewa Puisi Bragi " dalam cerita Mitologi Jerman, dan tentu saja, tidak ada hubungan sama sekali dengan Braga pahlawan bangsa Viking .
Namun tidak ada salahnya, kalau kata ngabaraga diterjemahkan kedalam bahasa kirata (dikira-kira nyata) menjadi ngabar-raga yang berarti Memamerkan Tubuh ". Sumber:Wajah Bandoeng Tempo Doeloe.1984.Haryoto Kunto
Dijual Buku Antik dan Langka Sastra Sejarah Dll Jalan ini menghubungkan rumah/gudang kopi (Koffie parkhuis) milik tuan tanah Andries de Wild, dengan jalan jalan raya Daendels /Raya Pos (Groote Postweg).
Pada awal abad-19, Jalan Braga merupakan jalan setapak yang bisa dilalui kuda, menghubungkan Alun-Alun Bandung - Merdeka Lio - Kampung Balubur - Coblong - Dago - Buniwangi - Maribaya dan turun ke jalan tradisional (Highway Pajajaran) yang menghubungkan Sumedanglarang (Jl.Otista sekarang) dan Wanayasa.
Itulah sebabnya, jalan setapak yang menyusuri sungai Cikapundung sampai ke hulu,konon dahulu kala disebut Wanayasa.
Manurut cerita mendiang M.A. Salmun, sastrawan dan budayawan Sunda yang terkenal itu, berjalan menyusuri Sungai (Cikapundung) dalam bahasa Sunda disebut ngabaraga seperti juga adapun jalan yang menyusuri sungai disebut baraga seperti juga yang menjorok ke laut, di sebut dermaga. Sedangkan sinonim kata jalan adalah marga, Nah, mungkin (?) dari sanalah asal-muasal nama Braga yang terkenal itu.
Yang jelas,menurut tuan J.P. Verhoek (Ketua Braga yang terakhir), nama jalan Braga tidak ada hubungannya dengan penulis darma dari Portugis Theofilo Braga (1843-1924) atau nama Dewa Puisi Bragi " dalam cerita Mitologi Jerman, dan tentu saja, tidak ada hubungan sama sekali dengan Braga pahlawan bangsa Viking .
Namun tidak ada salahnya, kalau kata ngabaraga diterjemahkan kedalam bahasa kirata (dikira-kira nyata) menjadi ngabar-raga yang berarti Memamerkan Tubuh ". Sumber:Wajah Bandoeng Tempo Doeloe.1984.Haryoto Kunto
Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas
Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.
Posting Komentar