Pembataian di Jakarta Tempo Dulu 1740

Dijual Buku Antik dan Langka




Jakarta Tempo Dulu
JAKARTA TEMPO DULU



Perang Tionghoa di Batavia Dan Akibatnya
Pembunuhan orang-orang Tionghoa di Batavia itu menimbulkan kemarahan orang Tiognhoa diseluruh Jawa. Untuk membalas dendam terhadap Belanda Orang-orang Tionghoa di Jawa Tengah bersekutu dengan pelarian-pelarian Tionghoa dari Batavia dan merupakan kesatuan yang kuat. Mereka merampuk Rembang, Juwana dan tempat-tempat lainnya, dimana mereka membunuh semua orang Belanda dan kemudian mengepung Semarang. Sunan Paku Buwana II (1727-1747), yang menggantikan ayahnya, Amangkurat IV,menyokong kaum pemberontak Tionghoa dengan diam-diam, dan setelah ternyata kemenangan-kemenangannya dengan berterang-terangan ia bersekutu dengan mereka.

Di Kertasura bangkit kembali kebencian kepada orang Belanda. Tentara pendudukan Belanda dalam benteng  di Kartasurya dibawah pimpinan Van Velsen, diserang dan direbut (10 Juli 1741).
Bahkan pemberontakan itu menjalar ke Jawa Barat Sunan mengajak rakyat Cirebon dan Priangan turut serta "Perang Sabil".

Yang mau membantu kompeni hanyalah Cakradiningrat IV dari Madura-Barat, yang pada hakekatnya bukan semata-mata hendak menolong Belanda, namun bermaksud melepaskan dirinya dari pengawasan Mataram dan memperbesar kekuasaannya di Jawa Timur.
Dengan segera Tuban, Gresik,dan Lamongan diduduki tentara Madura dengan Maksud menguasainya untuk selamanya.

Sementara itu di Semarang di bawah pimpinan Verijssel memeperoleh bantuan dari berbagai fihak: jago-jago Makassar,serdadu-serdadu dari Batavia dsb. Setelah berturut-turut dilakukan pertempuran hebat (7-13 November 1741) dapatlah pengepungan Semarang dipatahkan. Setelah diselamatkan Tegal dan Jepara.

Susuhunan yang melihat bahwa kompeni masih kuat,jadi bimbang dan bersedia megadakan perundingan dengan wakil-wakil kompeni. Maka kompeni mengirimkan kapitan Von Hodendorf dengan seorang "vaandrig"  dan 7 orang serdadu ke Kartasura.

SikapSunan yang tidak teguh itu menimbulkan kegucangan dan kemarahan kaum yang benar-benar anti Belanda. Merekapun mengangkat sunan baru, Mas Garendi uu dari Sunan Mas,yang bergelar Amangkurat V Amangku Buwana, yang biasa disebut dengan Sunan Kuning. Bersama-sama dengan orang-orang Tionghoa kaum pelawan pada tanggal 30 Juni 1742 memaksa Paku Buwana II buru-buru melarikan diri ke Ponorogo dengan utusan-utasan Belanda.

Bupati-Bupati sisir rupanya tidak menyukai Mas Garendi manjadi Sunan, sebab mereka membantu Kompeni selanjutnya. Lagi pula dalam kalangan pengikut Mas Garendi timbul perpecahan,hal mana melemahkan perlawanan, sehingga mereka terusir dari Batang.

Demak, Jepara dll. Dalam bulan Desember 1742 Cakraningrat dapat menduduki Kartasura, yang hendak dikuasainya terus. Hanya dengan bujukan Reiner de Klerk, pada waktu itu panglima Surabaya dan kemudian menjadi gubernur jenderal, Cakraningrat mau menyerahkan kota itu kembali kepada Susuhunan.
Maka Paku Buwana II itupun dapat memasuki keratonnya, yang dilakukannya dengan upacara yang resmi (24 Desember 1742).

Mas Gerendi yang kehilagan pengikutnya,pada permulaan bulan Oktober 1743 menyerah di Surabaya. Iapun dibuang ke Sailan.

Orang-orang Tionghoa dapat dicerai-berai dan lambat laun mereka hidup dengan tenteram kembali.


Sumber: Sejarah Indonesia Oleh: Anwar Sanusi Bandung - 1960



Dijual Buku Antik dan Langka Sastra Sejarah Dll
Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas

Postingan terkait

Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.

Pembataian di Jakarta Tempo Dulu 1740

Posting Komentar