Dokumentasi Cerita Rakyat Sunda Si Kabayan Bagian 2

Dijual Buku Antik dan Langka


Si Kabayan
SI KABAYAN BAGIAN 2


Pendapat Dan Penelitian Mengenai Si Kabayan.
Berdasarkan catatan Sutaarga (1965), ada beberapa pendapat atau penelitian yang telah dilakukan baik oleh kaum kolonialis maupun pribumi terkait dengan Si Kabayan. Pertama, tentu saja yang dilakukan oleh Ny. Maria Coster Wijsman (1929) yang memperbandingkan keberadaan Si Kabayan dengan siklus tokoh cerita rakyat Eropa, Tijl Uilenspiegel.

Wijsman mengartikan Kabayan sebagai semacam pamong desa yang bertugas menyampaikan berita. Istilah tersebut masih dipakai di daerah Jawa dan Tanganan Pangringsingan. Ia juga menghubungkan istilah tersebut dengan orang yang biasa memimpin acara kenduri dalam tokoh-tokoh cerita Melayu.

Sementara itu Prof. Berg meneliti arti kabayan dari sisi etimologinya. Menurut Berg, kata kabayan berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya:aparat desa bagian penerangan.. Hal ini sesuai dengan gambaran Kabayan versi Tanganan Pangrisingan yang harus memiliki sifat “magis”. Kedua, istilah kabayan diambil dari kata dasar bay yang berarti wanita. Hal mana sesuai dengan nama Ken Bayan dalam cerita-cerita Panji.

Rassers (1941) menilai, Si Kabayan adalah tokoh ambivalen. Selain sebagai penghubung dan pewarta dari Sang Pencipta Semesta, ia juga dinilai sebagai tokoh yang mewakili totalitas dan kekuatan masyarakat yang bersifat membangun tetapi juga meghambat. Ya, di dalam dirinya sifat ketuhanan dan demonis mewujud menjadi satu. Oleh karena itu, Rassers menganggap Si Kabayan sebagai pahlawan budaya sekaligus tukang tipu.

Kemudian Held (1951), yang memperbandingkan Si Kabayan dengan panakawan dari lakon-lakon wayang Jawa khususnya dari segi fungsi lelucon-leluconnya.

Dari tanah air, Utuy T. Sontani (1920-1979) ikut meneliti Si Kabayan. Pengarang ini pada tahun 1957 mengungkapkan bahwa Si Kabayan merupakan “manusa anu geus teu nanaon ku nanaon”. Maksudnya, Si Kabayan telah menjelma menjadi manusia yang terlepas dari beragam rasa yang bisa mempengaruhi manusia. Artinya, ia telah menjadi ubermensch, istilah Nietzsche. Walaupun begitu, dalam naskah dramanya Utuy menggambarkan Si Kabayan sebagai dukun yang dianggap sakti, padahal ia hanya mempermainkan pasien-pasiennya.

Sementara itu, Ajip Rosidi (1964) berpendapat bahwa di balik kisah Si Kabayan terkandung maksud tertentu. Menurut Ajip, Si Kabayan bukanlah orang yang bodoh, sebab banyak cerita-cerita Si Kabayan yang sering mempermainkan mertuanya serta kiai. Kiai tersebut bisa jadi personifikasi ulama, sedangkan Si Kabayan merupakan personifikasi orang Sunda. Dan Islam masuk ke Tatar Sunda setelah runtuhnya kerajaan Sunda. Ya, dengan demikian sastrawan Sunda yang menciptakan cerita Si Kabayan sebenarnya sedang menyampaikan kritik melalui jalan yang halus berupa lelucon.

Dalam seminar yang bertajuk “Seks, Teks, Konteks: Tubuh dan Seksualitas dalam Wacana Lokal dan Global” (23-24 April 2004) lewat makalahnya yang berjudul “Si Kabayan: Cawokah atau Jorang?”, Ayatrohaedi menitikberatkan perhatiannya pada cerita-cerita Si Kabayan yang berbau seks.

Bisa dimengerti, Ayatrohaedi mendasarkan tulisannya pada buku Maria-Coster Wijsman, Tijl Uilenspiegel verhalen in Indonesie in het Bizonder in de Soendalande yang memang banyak memuat kisah-kisah Si Kabayan yang berbau seks.

Menurut Ayat, “dari sekitar 80 kisah Si Kabayan yang dijadikan bahan disertasi Coster-Wijsman, terdapat 24 kisah yang berkenaan dengan seks. Kisah-kisah itu mengandung kata-kata “tabu”, walaupun sekali lagi ternyata tidak menimbulkan kesan erotis. Jika dikaitkan dengan teks dan konteks, akan dengan mudah dipahami mengapa hal itu terjadi.”

Sementara Jakob Sumardjo (2003) menilai Si Kabayan dari aspek primordialisme orang Sunda. Ia menilai bahwa “Si Kabayan berwatak paradoks, pintar, dan bodoh sekaligus. Ia pintar kalau kepentingannya sendiri terganggu, tetapi ia bodoh kalau sedang dikuasai oleh nafsu-nafsunya. Ini menunjukkan kewajaran orang Sunda untuk mentertawakan dirinya sendiri, kelemahan diri, dan kelemahan manusia umumnya.”

“Di orang Sunda berkumpul,” kata Jakob, “di situ ada tertawa. Rupanya humor berhubungan juga dengan masalah ‘dalam’. Sasaran humor adalah mereka yang sudah dimasukkan sebagai bagian dari lingkungan sendiri.”

Sedangkan Bambang Q Anees (2002) berpendapat bahwa Si Kabayan merupakan tokoh fiksi yang diciptakan sebagai penghibur atawa kurir filosofi hidup orang Sunda. Si Kabayan sebagai kurir berfungsi sebagai metafor: menyampaikan sekaligus mereduksi pesan.

Kemudian menurut Bambang, “ketawalah yang menjadi inti dari sosok Si Kabayan.” Kemudian ia pun mempertautkan Si Kabayan dengan konsep pencerahan ala Tao. Dari sisi ini, “tertawa” dimaknai sebagai “penemuan kepahaman akan suatu lelucon secara begitu cepat. Pada saat itu kita seperti menemukan rantai kebenaran yang selama ini terlepas.” Nah, pada titik inilah, menurut Bambang, “Kabayan memainkan dirinya sebagai pemancing ketawa demi pencerahan tertentu.”

Apa pun gambaran dan pendapat orang mengenai sosok Si Kabayan, cerita-ceritanya mencerminkan khazanah kebudayaan Sunda yang memang kaya warna.
Dijual Buku Antik dan Langka Sastra Sejarah Dll
Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas

Postingan terkait

Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.

Dokumentasi Cerita Rakyat Sunda Si Kabayan Bagian 2

Posting Komentar