Sastra Sunda dan Perkembangannya

Dijual Buku Antik dan Langka




Kesusastraan Sunda
Perkembangan kesusastraan,seperti juga kesusastraan lain, dimulai dengan kesusastraan lisan. Dalam kesusastraan lisan,pujangga atau pengarangnya tidak dikenal. Mereka telah meninggalkan cerita-cerita pantun, rangkaian dongeng Si Kabayan, mitologi seperti Sangkuriang dan Dayang Sumbi, fabel (dongeng-dongeng binatang) dan sebagainya.

Selain karya sastra lisan terdapat pula karya sastra tulis. Ada beberapa karya sastra dan karya sastra sejarah yang ditulis oleh menak yang dekat hubungannya dengan bupati atau lingkungan pemerintah tradisional, misalnya Raden Kanduruan Kertinagara (pensiunan Wedana Manonjaya) menulis Sajarah Sukapura, Raden Adipati Surya-laga (putra Bupati Sumedang) menulis Kitab Pancakaki, dan Raden Jayakusumah (Patih Batulayang) menulis Sajarah Bandung.

Ada pula bupati yang dikenal sebagai sastrawan yaitu R.A.A. Martanagara, Bupati Bandung (1893-1918). Bupati ini sejak masih aktif dalam jabatannya hingga pensiun, telah menulis beberapa karangan, baik yang tergolong karya sastra maupun karya sastra sejarah (historiografi tradisional) sehingga dianggap memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap perkembangan kesusastraan Sunda pada tahun 1920-an.

Beberapa karya yang ditulisnya itu antara lain Wawacan Batara Rama, Wawacan Angling Darma, Wawacan Aji Saka, dan Piwulang Barata Sunu yang disadur dari karya sastra Jawa. Bupati itu memang pandai berbahasa Jawa karena pernah belajar bahasa Jawa ketika tinggal di rumah pelukis terkenal Raden Saleh di Jakarta dan juga pernah belajar di sekolah yang menggunakan pengantar bahasa Jawa di Semarang.

Karangan lainnya yang ditulis ini adalah Babad Sumedang, Babad Nusa Jawa, dan otobiografi yang berjudul Babad Raden Adipati Aria Martanagara. Ketiganya tergolong dalam karya sastra sejarah. Kecuali otobiografinya yang ditulis dalam bentuk prosa, karya selebihnya ditulis dalam bentuk puisi. Pangeran Aria Suriaatmaja, Bupati Sumedang (1882- 1919) termasuk bupati yang menyukai seni sastra. Ia menulis lirik lagu untuk tarian yang diciptakannya sendiri.

Pada tahun 1921 ia juga menulis karangan yang berjudul Ditiung Memeh Hujan (bertudung sebelum hujan) yang isinya mengandung saran kepada Pemerintah Hindia Belanda,agar orang pribumi diberi latihan memegang senjata untuk menghadapi musuh yang akan merebut Hindia Belanda. Buku itu konon ditulis sehubungan dengan rencana Indie Weerbaar. Secara tidak langsung Pangeran Mekah ini ditaksirkan orang sebagai memberi ramalan akan datangnya jepang.

Bupati Bandung, R.A.A. Wiranatakusumah menulis buku harian yang terutama mengisahkan perjalanan naik haji ke Mekah dengan Mijn Reis Naar Mekka. Ia juga menerjemahkan karangan tentang riwayat Nabi Muhammad yang berbahasa Inggris ke dalam bahasa Belanda.

Perlu juga dikemukakan ada bupati lain yang menulis otobiografi yang amat berharga sebagai sumber sejarah, yaitu P.A.A. Djajadiningrat, Bupati Serang (1901-1924). Karangannya berjudul Herinneringen Van Pangeran Ahmad Djajadiningrat sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia).

Meski karya ini ditulis bukan oleh seorang menak Priangan, buku ini amat kaya dengan informasi tentang kehidupan kaum menak abad ke-19 hingga awal abad ke-20, terutama yang berkaitan dengan Priangan karena si penulis adalah meenantu Bupati Ciamis.

Penulis lainya dari kaum wanita yang perlu dicatat yakni Raden Ayu Lasminingrat. Ia, selain sebagai pendidik juga merupakan penulis wanita (sastrawati) angkatan pertama. Beberapa buah penanya berupa buku-buku ...
 Baca berikutnya

Dijual Buku Antik dan Langka Sastra Sejarah Dll
Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas

Postingan terkait

Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.

Sastra Sunda dan Perkembangannya

Posting Komentar