Pengembaraan Bujangga Manik Dalam Naskah Kuno Siksa Kandang Karesian

Dijual Buku Antik dan Langka


Pengembaraan Bujangga Manik Dalam Naskah Kuno Siksa Kandang Karesian



Perjalanan Bujangga Manik adalah salah satu peninggalan dari naskah Sunda kuno Siksa KandangKaresian. Naskah ini ditulis dalam puisi naratif berupa lirik yang terdiri dari 29 daun nipah/palem, masing-masing berisi sekitar 56 baris kalimat yang terdiri dari 8 suku kata dan ada beberapa lembarannya hilang atau rusak.

Naskah ini ditulis oleh Prabu Jaya Pakuan alias Bujangga Manik itu sendiri yang mana dia menjadi tokoh utama di dalam naskah ini. Dia adalah seorang pendeta hindu yang mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di Pulau Jawa dan Bali pada awal abad ke-16. Walaupun dia adalah seorang Prabu pada kraton Pakuan Pajajaran (Ibu kota kerajaan Pajajaran yang sekarang di kenal dengan kota Bogor), lebih menyukai hidup sebagai seorang resi (seorang suci atau penyair yang mendapat wahyu dalam agama Hindu). Sebagai seorang resi dia melakukan dua kali perjalanan.

Perjalanan pertama dimulai dari Pakuan menuju Pamalang melalui jalur utara dan kembali lagi ke Pakuan dengan menumpang kapal yang bertolak dari Malaka. Perjalanan kedua, dia berjalan kaki lagi dimulai dari Pakuan menuju ke arah Jawa timur lalu menyebrang ke Bali dan kemudian singgah disana untuk beberapa waktu yang lama. Kali ini, saat dia Kembali ke Pakuan, dia menggunakan jalur selatan. Namun akhirnya, Bujangga manik bertapa di Gunung Patuha (di Tatar Sunda) hingga akhir hayatnya.

Saat ini, naskah kuno tersebut disimpan di Perpustakaan Bodleian di Oxford, Inggris sejak tahun 1627 atau 1629. Perpustakaan tersebut menerima naskah itu dari seorang saudagar yang bernama Andrew James dari New port. Namun, pada tahun 1950 barulah disadari bahwa naskah yang ditulis di atas 29 lembar daun palem itu merupakan naskah kuno dari Jawa Barat Indonesia.

Dilihat dari cerita yang ditulis oleh Bujangga manik, rupanya naskah ini berasal dari zaman sebelum Islam masuk ke tatar Sunda. Kandungan kata-kata dalam naskah tersebut tidak satupun yang berasal dari bahasa Arab. Diperkirakan bahwa naskah tersebut ditulis dalam akhir tahun 1400-an atau awal 1500-an karena didalam naskah tersebut menyebut-nyebut nama Majapahit, Malaka dan Demak.


ngalalar aing ka Bubat,
cunduk aing ka manguntur,
ka buruan Majapahit,
ngalalar ka Darma Anyar,
na karang Kajramanan,
(brs. 800-804)

Kemudian, naskah yang di tulis oleh Bujangga Manik itu akhirnya di perkenalkan kepada masyarakat umum oleh J. Noorduyn, seorang peneliti dari Belanda yang menggali pengetahuan dari naskah tersebut. Pada tahun 1968, dia sudah mulai menyinggung-nyinggung tentang temuan naskah tersebut yang berada di Perpustakaan Bodleian. Sebagian temuannya mulai dia umumkan melalui jurnal 'Bijdragen tot de taal-, Land-, en Volkenkunde' nomor 138, hal. 411 - 442 pada tahun 1982. Namun, setelah J. Noorduyn wafat, penelitiannya di lanjutkan oleh A. Teeuw seorang ahli sastra yang juga orang Belanda.

Penelitiannya dibantu antara lain oleh filolog Undang Darsa dari Universitas Padjadjaran. Teks, Terjemahan (dalam bahasa Inggris) dan analisis tentang Bujangga Manik kini dimuat dalam buku 'Three Old Sundanese Poems (Tiga Puisi Sunda Kuno)' karya J. Noorduyn (alm) dan A. Teeuw (KILTV Press, Leiden, 2006). Buku tersebut tidak hanya memuat kisah perjalanan Bujangga manik, naskah Ramayana dan Ajnyana juga dikaji dalam buku tersebut. Dalam tulisan J. Noorduyn yang berjudul "Bujangga Manik's Journey Through Java : Topographical Data from Old Sundanese Source (Perjalanan Bujangga Manik menyusuri pulau Jawa : Data Topografis dari sumber Sunda kuno)", ditemukan 450 nama tempat (termasuk nama gunung dan sungai) dalam naskah Bujangga Manik.

Nama-nama itu dibagi dalam tiga kelompok, yang pertama yaitu nama-nama yang masih dipakai sekarang, kedua nama-nama yang sudah tidak diketahui lagi dan ketiga nama-nama toponim zaman dahulu yang juga ada disebutkan dari sumber-sumber lain.

Bujangga manik juga menunjukan sebuah bentuk ungkapan estetis berupa puisi prosais atau prosa puitis dari pengalaman religiusnya. Dalam naskah ini terdapat idiom, metafora dan pola persajakan sebagaimana yang di teliti oleh A. Teeuw.

Isi Dalam Naskah dan sedikit penjabaran-nya

Perjalanan Pertama
Prabu Jaya Pakuan adalah penulis naskah tersebut. Namanya muncul pada baris ke-14.


midangdam sakadatuan,
mo lain di pakancilan,
tohaan eukeur nu ma(ng)kat,
pa(e)rebu jaya pakuan
saurna karah sakini :
(brs.10-14)


Nama alias dari penulis itu sendiri adalah Bujangga manik yang dapat di temukan pada baris ke-456.


"saur a(m)buing sakini:
'rakaki bujangga manik,
rakean ameng layaran,
utun, kita ditanyaan,
ditanyaan ku tohaan,
(brs.455-459)

Pada baris ke 15-20, Bujangga manik diceritakan akan meninggalkan ibunya untuk pergi ke daerah timur. Digambarkan dengan suasana sedih di istana (Pakuan) di pakancilan, dia mengucapkan kata-kata perpisahan kepada ibunya dengan memberitahukan bahwa dia akan mengembara ke timur.


'A(m)buing tatanghi ti(ng)gal,
tarik-tarik dibuhaya,
pawekas pajeueung beungeut,
kita a(m)bu deung awaking,
héngan sapoé ayeuna,
aing dék leu(m)pang ka wétan'.
(brs.15-20)


Dari kebiasaannya, dapat diketahui bahwa dia mengenakan ikat kepala (saceundeung kaen) yang di tulis pada baris ke-36.


na leu(m)pang saceu(n)dung kaen
(brs.36)

Setelah dia meninggalkan pakancilan, dia berjalan melewati Windu cinta, Manguntur, Pancawara, dan Lebuh Ageung. Di jalan banyak orang-orang yang bertanya-tanya keheranan melihat Prabu Jaya Pakuan melakukan perjalanannya sendiri, tapi sang prabu tidak menghiraukannya. Ia terus berjalan menuju Pakeun Caringin, Nangka anak, Tajur Mandiri, Suka beureus, Tajur nyanghalang dan Engkih. Ia lalu menyebrangi sungai Ci-Haliwung, mendaki Banggis, tiba di Talaga Hening dan terus berjalan hingga ke Peusing. Kemudian dia menyebrangi ke Ci-Lingga, melewati Putih Birit dan mendaki jalur Puncak. Di Puncak, dia beristirahat sejenak. mengipasi badannya dan menikmati pemandangan, khususnya Gunung Gede, yang pada baris ke 59 - 64, dia sebut sebagai titik tertinggi di tatar Pakuan (Ibu kota kerajaan Sunda).

Sadatang aing ka Puncak,
deuuk di na mu(ng)kal datar,
teher ngahididan
Teher sia ne(n)jo gunung:
itu ta na bukit Ageung,
hulu wano na Pakuan.
(brs.59-64)

Dari puncak, dia melanjutkan perjalanan menuju kali Pamali (Sekarang lebih sering disebut kali Brebes) dan menyebranginya untuk masuk ke daerah Jawa. Di daerah Jawa dia mengembara ke berbagai desa yang termasuk kerajaan Majapahit dan bukit di wilayah kerajaan Demak. Dia melewati Jatisari dan tiba di Pamalang. Di Pamalang, Bujangga Manik merindukan ibunya dan memutuskan untuk pulang seperti yang di tulisnya pada baris ke 86-95.

sanepi ka Jati Sari,
datang aing ka Pamalang.
di inya aing teu heubeul.
katineung na tuang a(m)bu,
lawas teuing diti(ng)galkeun.
tosta geura pulang deui
mumul / nyorang urut aing.
itu parahu Malaka.
turun aing ti Pamalang,
tuluying nu(m)pang balayar
(brs.86-95) 


Kepulangnya ini tidak seperti pada saat keberangkatannya yang dilakukan dengan berjalan kaki. Kali ini dia menumpang kapal yang datang dari Malaka. Kesultanan Malaka yang mulai dari pertengahan abad ke-15 ini telah ditaklukkan oleh Portugis dan menguasai perdagangan pada perairan ini. Keberangkatan kapal tersebut digambarkan oleh Bujangga Manik pada baris ke 96-120 secara detil. Suasana seperti bedil yang ditembakan, alat-alat musik yang dimainkan, dan beberapa lagu yang dinyanyikan oleh awak kapal hingga bahan yang digunakan untuk membuat kapal tersebut seperti berbagai jenis bambu dan rotan, tiangnya yang terbuat dari kayu laka dan juru mudi-nya yang berasal dari India, di tuliskan-nya di dalam naskah tersebut. Bujangga Manik sungguh terpesona melihat beberapa awak kapal yang berasal dari berbagai bangsa itu.

Perjalanan pulangnya ini, dari Pamalang menuju Kalapa (Pelabuhan kerajaan Sunda yang sekarang terletak di kelurahan Penjaringan, kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara) di tempuh dalam waktu setengah Bulan. Dalam perjalanannya ini, Bujangga manik membuat nama alias lainnya yaitu Ameng Layaran. Setibanya di Kalapa, yang di tulisnya pada baris ke 145-149,dia melewati Pabeyaan dan meneruskan perjalanannya menuju istana kerajaannya di Pakuan, di bagian kota Bogor sekarang (J. Noorduyn. 1982:419). Setelah memasuki Pakancilan, dia pergi menuju paviliun dan memasukinya. Setelah memasuki paviliun yang sarat dengan hiasan duduk itu. Dia melihat ibunya yang sedang menenun (teknik menenunnya dijelaskan dalam baris 160-165).


eukeur ngeuyeuk eukeur meubeur,
eukeur nyulage mihane,
neuleum nuar nyangkuduan,
ngaracet ka(n)teh pamulu,
ngela sepang ngangeun hayam.
(brs.160-165)

Sang Ibu kemudian melihatnya dan begitu bahagia melihat anaknya telah kembali. Dia segera meninggalkan pekerjaannya itu (menenun) lalu pergi masuk ke ruang-dalam melewati beberapa lapis tirai, dan naik ke tempat tidurnya. Sang Ibu menyisir rambut dan berdandan kemudian menyiapkan sambutan untuk anaknya dengan menghidangkan sebaki perlengkapan untuk mengunyah sirih bahkan ibunya mengenakan baju mahal. Dia kemudian turun dari kamar tidurnya lalu pergi ke paviliun untuk menyambut anaknya itu. Bujangga Manik menerima perlengkapan mengunyah sirih yang ditawarkan ibunya.

Namun, Ameng layaran menolak hadiah tersebut dengan kata-kata yang panjang juga (brs. 548-650). Dia takut jika menerima hadiah tersebut akan mengakibatkan terkena penyakit, air mata, dan kelemahan badan. Maka, dia meminta ibunya untuk mengembalikan hadiah-hadiah tersebut serta menghibur sang putri. Ameng Layaran atau Bujangga Manik lebih suka menyendiri dan menjalankan pelajaran yang di dapatnya dari perjalanannya ke Jawa. Tempat dia sebagai rahib atau pertapa dan menjalankan nasihat dewaguru, pandita, dan purusa. Sedangkan, saran ibunya tersebut dia anggap buruk bahkan menunjukan jalan ke neraka.

Dia-pun teringat atas dirinya yang sebagai anak yatim dan ibunya telah berbuat salah. Karena neneknya tidak menjaga pantangan ketika ibunya mengandung. Yaitu, memakan kembang pisang dan ikan beunteur, termasuk ikan yang hendak bertelur, sampai-sampai dia terkena "serangan tupai" karena itulah dia meninggalkan ibunya demi kebaikan. Bujangga manik kemudian mengambil tasnya yang berisi buku besar dan Siksaguru juga tongkat rotan dan cambuknya. Lalu, dia berkata akan pergi ke timur lagi. Menuju ujung timur pulau Jawa dimana dia akan "mencari tanah tempatku berkubur, mencari laut tempatku mengapung, tempat aku menutup mata, tempat aku menaruh tubuhku" (brs.663-666).


di tungtungna tebeh wetan,
nyiar / lemah pamasaran,
nyiar tasik panghanyutan,
pigeusaneun aing paeh,
pigeusaneun nu(n)da raga.
(brs.663-666)

Dia meninggalkan istana, terus mengembara dan tak pernah kembali. Di perjalanannya yang kedua, Bujangga manik mula-mula ke arah utara. Dia melalui sembilan tempat sebelum berbelok ke timur, menyebrangi sungai Ci-haliwung (brs.676-684).


na U(m)bul Medang katukang,
Go(ng)gong na Umbul So(ng)gol
Samu(ng)kur ti Leuwi Nutug,
sadiri ti Mulah Malik,
eta jalan ka Pasagi,
na jalan ka Bala I(n)dra,
diri aing ti paniis.
Samu(ng)kur aing di Tubuy,
meu(n)tasing di Cihaliwung
(brs.676-684)

Perjalanan kedua
Sebelum menyebrangi Ci-Haliwung, Bujangga Manik keluar dari Pakancilan melewati Umbul Medang, Gongong, Umbul Songgol, Leuwi Nutug, Mulah Malik, dan Pasagi. Baru Dia menyebrangi Ci-Haliwung (brs.676-684). Mendaki Darah sampai Caringin Bentik. Dia kemudian mendaki Bala Gajah dan Mayanggu melewati Kandang Serang, Ratu Jaya dan Kadu Kanaka kemudian menyebrangi Cileungsi


(Saat ini menjadi nama sungai yang mengalir ke arah utara dekat bekasi (brs.685-694)).
na(n)jak ka sanghiang Darah,
nepi ka Caringin Be(n)tik.
Sana(n)jak ka Bala Gajah
ku ngaing geus kaleu(m)pangan,
na(n)jak aing ka Mayanggu,
ngalalar ka / Ka (n)dang Serang,
na jalan ka Ratu Jaya.
ku ngaing geus kaleu(m)pangan,
datang ka Kadu Kanaka,
meu(n)tas aing di Cileungsi
(brs.685-694)

Dari sana, dia menuju arah selatan mendaki Gunung Gajah dan Gunung (Bukit) Caru dan kemudian ke arah timur ke Citeureup, nama sebuah desa sekarang di sebelah timur Cibinong dan ke Tandangan (tidak dikenal) (brs.695-699).


nyangkidul ka gunung Gajah.
Sacu(n)duk ka bukit Caru,
sakakala tuhan Cupak,
nyangwetan ka-Citeurep-keun,
datang aing ka Tandangan
(brs.695-699)

Setelah itu, berturut-turut dia menyebrangi Ci-hoe (anak sungai Cipamingkis yang mengalir ke Ci-beet, dan ini adalah anak sungai Citarum dari sisi sebelah barat) dan Ciwinten (tepat di sebelah timur Ci-beet, tapi tidak tergambar di peta baru), sampailah di Cigeuntis (Sebuah desa yang berada di dekat pertemuan sungai Ci-beet dan Geuntis) kemudian naik ke Goha (Mungkin sebuah bukit dekat Ci-guha sekarang, anak sungai Citarum yang kecil, tidak jauh di sebelah barat laut Purwakarta)


meu(n)tas aing di Cihoe,
meu(n)tas aing di Ciwinten,
nepi aing ka Cigeuntis,
Sana(n)jak aing ka Goha,
sacu(n)duk aing ka Timbun,
(brs.700-704)

Setelah itu, dia menyebrangi sungai Citarum lalu menyebrangi Cilamaya. Di antara kedua sungai ini, ia melewati Ramanea (tidak dikenal) dan tiga buah gunung yang berada didalam daerah (jajahan) Saung Agung (brs.707-715).


meu(n)tas aing di Citarum,
ngalalar ka Ramanea,
Sanepi ka bukit se(m)pil,
ka to(ng)gongna bukit Bongkok,
sacu(n)duk ka bukit Cungcung,
na jajahan Saung Agung,
ku ngaing geus kaleu(m)pangan,
leu(m)pang aing nyangwetankeun,
meu(n)tasing di Cilamaya,
(brs.707-715)

Sungai berikutnya yang diseberangi oleh Bujangga manik adalah Cipunagara, yang dikenal dalam sumber-sumber Belanda dengan sebutan sungai Pamanukan. Setelah menyebranginya, Bujangga manik memasuki daerah lain yang disebut Medang Kahiangan (Medang artinya Surga atau tempat suci) dan melewati gunung Tompo Omas (Tompo Omas artinya bakul emas, dalam bahasa Jawa, Tompo artinya sejenis bakul untuk beras) yang sekarang lebih dikenal dengan Gunung Tampomas dekat kota Sumedang. Ada kemungkinan, nama Medang dari kata Sumedang diambil dari kata Medang Kahiangan untuk mengabadikan ingatan kepada tempat tersebut.  ¶ ¶ ¶


Dijual Buku Antik dan Langka Sastra Sejarah Dll
Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas

Postingan terkait

Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.

Pengembaraan Bujangga Manik Dalam Naskah Kuno Siksa Kandang Karesian

Posting Komentar