Waljinah
Oleh : Denny Sakri
Sejak kapankah mulai berlangsung industri musik di Indonesia ? Lalu siapakah yang mempeloporinya.
Namun sebetulnya jika menilik lebih jauh, sebelum menginjak ke era 50an yang secara politis kerap disebut era Orde Lama, di zaman kolonialisme Pemerintah Hindia Belanda cikal bakal industri hiburan musik telah memperlihatkan keberadaannya. Saat itu phonograph Colombia buatan Amerika Serikat telah diimpor ke Hindia Belanda pada awal abad 20 tepatnya di tahun awal 1900an.
Di tahun 1903 beberapa album rekaman phonograph mulai masuk ke Indonesia dengan berbagai label rekaman seperti BeKa Record, HomoKord Record dan Parlophone Record. Dimasa itu setidaknya ada 3 saudagar Tionghoa yang menggeluti dunia musik dengan mendirikan perusahaan rekaman.
Dua pengusaha rekaman itu berada di Batavia yaitu Tio Tek Hong di Pasar baru dan Lie A Kon di Pasar Senen dan satu lagi di Surabaya, meskipun sebetulnya ruang lingkup pasarnya sangatlah terbatas yaitu pada kaum urban elit saja.
Phonograph dan Grammophone adalah perangkat pemutar rekaman yang mewah dengan harga yang relatif sangat mahal tentunya. Salah satu dari pedagang Tionghoa yang tersohor saat itu adalah Tio Tek Hong yang berdagang aneka ragam barang kelontong .
Musik-musik yang berasal dari rekaman phonograph itu lalu dimainkan oleh para pemusik Belanda, Tionghoa,Ambon dan Manado melalui berbagai pertunjukan panggung.
Lagu-lagu Amerika yang populer dimainkan saat itu antara lain adalah Lazy Moon yang dinyanyikan Oliver Hardy dalam film Pardon Us (1901), atau Mother O’Mine lagu yang diangkat dari puisi karya Rudyard Kipling .
Saat itu patut diakui kiblat bermusik adalah ke Amerika Serikat.Para penyanyi wanita yang ada di zaman Hindia Belanda disebut crooner bukan singer bahkan di depan nama para penyanyi wanita di beri embel-embel seperti Miss Tjitjih,Miss Riboet, Miss Roekiah, Miss Dja dan seterusnya. Dan ini berlangsung hingga akhir era 1940an. Mungkin hampir sama dengan keadaan sekarang ini dimana hampir semua penyanyi wanita bersematkan predikat diva.
Suara mendayu para miss ini lalu direkam oleh perusahaan rekaman seperti Tio Tek Hong yang berlokasi di Passer Baroe. Tio Tek Hong memulai bisnis rekaman di sekitar tahun 1904, dimana saat itu saudagar kaya ini mulai mengimpor phonograph dengan memakai roll lilin.
Setahun kemudian, tahun 1905, perusahaan rekaman Tio Tek Hong mulai merilis plaatgramofoon atau piringan hitam ke seluruh Indonesia dari Sabang hingga Merauke. Adapun lagu-lagu yang direkam Tio Tek Hong mencakupi jenis Stambul, Keroncong, Gambus,Kasidah,Musik India, Swing hingga Irama Melayu.
Penyanyi dan kelompok musik yang direkam Tio Tek Hong Record cukup beragam.Untuk musik keroncong ada Orkest Krontjong Park, Orkest Moeridskoe, Krontjong Sanggoeriang, Kerontjong Aer Laoet, Krontjong Deca Park. Untuk musik Kasidah ada Kasida Sika Mas, Orkese Gamboes Metsir, Kasida Rakbie Mas, Gamboes Boea Kana serta Gamboes Turkey.
Lagu-lagu yang populer saat itu antara lain Tjente Manis, Boeroeng Nori, Djali Djali, Tjerai Kasih, Paioeng Patah, Dajoeng Sampan,Kopi Soesoe, Sang Bango, Inang Sargie, Gelang Pakoe Gelang dan masih banyak lagi. Lagu-lagu ini direkam dalam bentuk vinyl berukuran 10 inci.
Disamping itu Tio Tek Hong Record juga merekam sandiwara Njai Dasima yang dikemas dalam boxset berisikan sebanyak 5 keping piringan hitam.
Tio Tek Hong ini memiliki trademark tersendiri pada album-album rekaman yang diproduksinya. Pada setiap vinyl produksi Tio Tek Hong di setiap sebelum lagu pada track pertama berkumandang, terdengar suara rekaman Tio Tek Hong : Terbikin oleh Tio Tek Hong, Batavia”.
Pembeli piringan hitam saat itu memang sangat terbatas,karena harganya relatif mahal. Belum lagi harga gramophone yang hanya terjangkau oleh kalangan menengah keatas. Karenanya masyarakat sebagian besar bisa menikmati rangkaian lagu-lagu populer Indonesia saat itu justeru dengan menonton pertunjukan yang digelar dan berlangsung di panggung-panggung hiburan yang berada di Pasar Gambir, Globe Garden,Stem En Wyns, Maison Versteegh dan Prinsen Park.
Dijual Buku Biografi Ucok Aka Harahap
- Judul : Ucok Aka Harahap | Antara Rock Wanita & Keruntuhan
- Penyusun : Siti Nasyi'ah
Penerbit : PT. Elex Media Komputindo - Kompas Gramedia - Cetakan : Pertama 2013
- Isi : 101 judul
- Tebal : 318 halaman
- Bahasa : Indonesi
- Sampul : Paperback
- Dimensi : 21 cm x 14 cm
- ISBN : 978 - 602 - 02 - 0224 - 2
- Kondisi : Cukup Baik
- Harga : Rp. 150. 000 belum termasuk ongkir
- Call / SMS : 0821 3029 2636
- Lokasi penjual Kota Bandung
Biografi Singkat Membaca Ucok dalam peta musik rock di Indonesia, adalah orang Batak yang telah menjadi lebih Jawa dari orang Jawa sendiri. Dalam kesehariannya, ia begitu santun, bukan saja dalam tata bahasa, tapi juga bahasa tubuhnya. Jauh dari gambaran garang dia di pentas.
Andalas Datoe Oloan Harahap - Ucok
Nama Ucok merupakan panggilan dari sederet nama panjang yang diberikan orang tuanya. Bapaknya Ismail Harahap asal tanah Batak, dan ibunya Fransiena Frederika Mahieu berdarah Francis.
Pelopor Musik Rock - Remy Sylado - Redaktur majalah Aktuil - pengamat musik
Ucok itu bukan sekedar penyanyi. Dia selalu menghadirkan pertunjukan musik di atas panggung. Karena itu, dia selalu menampilkan atraksi-atraksi yang gegap gempita.
Ucok bersama AKA termasuk pelopor musik rock di tanah air.
Dia tampil di panggung dengan memadukan unsur teater yang aneh-aneh dan mengguncangkan. Dan itu memberi nilai tambah tersendiri bagi peta seni pertunjukan rock di Indonesia. Apa yang dilakukan Ucok belum bisa digantikan jagoan rock lain sepanjang empat dasawarsa ini.
Selain aksi panggung yang gila-gilaan, Ucok tetap mempertimbangkan pasar. AKA membidik penggemar yang berada di tengah-tengah. Penggemar rock yang tidak antilagu pop. Liriknya juga tidak melulu berisi pemberontakan seperti grup rock asing. Mereka inilah yang menjadi penonton setia pertunjukan Ucok dan kawan-kawan.
Sekilas Tentang Penulis
Ita Siti Nasyi'ah merupakan arek Suroboyo yang dilahirkan 27 Juli 1965. Tempat tinggalnya juga tidak jauh dari tempat tinggal keluarga Ucok dulu. Sebelum bisa menulis, Ita - demikian panggilan akrab dari istri Jusak Sunarjanto itu menjadi wartawan magang di Jawa Pos sejak 1991. Kerena prestasinya, ibu dari Aisyah Lintang Maharani itu diangkat jadi wartawan tetap pada media terbesar di Indonesia Timur itu.
Buku Ucok Aka Harahap, Antara Rock, Wanita dan Keruntuhan merupakan karya ketiga dari wanita penggemar traveling itu. Sebelumnya, lulusan Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya itu sukses merilis Mami Rose.
Buku terbitan JPBook tahun 2008 itu merupakan karya perdananya yang demikian sukses. Tidak sampai satu bulan, buku yang mengangkat kisah hidup terpidana mati Sumiarsih itu terjual ribuan copy. Sayang buku itu harus diberangus untuk alasan keamanan.
Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas
Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.
Posting Komentar