Sejarah Asal-Usul Gelar Sunan di Jawa

Dijual Buku Antik dan Langka
sejarah asal-usul gelar sunan di jawa
Lukisan Masjid Agung Banten karya Josias Cornelis Rappard 1824 - 1889


Asal - Usul Gelar Sunan

Para Wali di Tanah Jawa biasanya mendapat gelar sunan yang mengacu ke bahasa Cina Hokkian dan bahasa Jawa. Gelar itu mula-mula diberikan oleh Laksamana Ceng Ho kepada Maulana Ibrahim. Aslinya berbunyi Suhu Nan, orang yang luas ilmunya kelak, lebih dikuatkan oleh Sultan Demak dengan makna Susuhunan, artinya yang dijunjung tinggi. Sebab dalam pemerintahan Demak, para wali berfungsi selaku penasehat raja untuk berbagai urusan, khususnya masalah-masalah yang berkaitan dengan agama dan umat Islam.

Sebetulnya, jumlah wali di Nusantara tidak hanya sembilan. Namun, wewenang pengaturan tugas dakwah para wali yang banyak itu tetap berada di bawah kebijakan Wali Sanga, yang terdiri atas Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.

Di samping ke sembilan nama yang harum itu, terdapat pula para wali lain yang juga tersohor di kalangan masyarakat, misalnya Maulana Ishak, Syekh Siti Jenar, Sunan Tembayat, Sunan Pandanaran, Sunan Prawoto, Sunan GEseng, Sunan Mojoagung, dan Syekh Subakir.

Para wali selaku orang-orang arif, sepenuhnya menyadari bahwa dalam menghadapi tugas dakwah, harus mengetahui seluk-beluk dan asal-usul masyarakat bersangkutan. Hal itu telah dicontohkan oleh nabi panutan mereka, Muhammad SAW, yang dalam perjuangannya untuk mengajak kaum musyrikin memasuki ajaran tahuhid, tidak pernah menyakiti perasaan dan jati diri mereka. Bahkan menegaskan kepada sahabatnya, "Kami, para nabi, diperintahkan Allah untuk berbicara kepada manusia sesuai dengan kadar kemampuan akalnya." Terutama dalam kegiatan dakwah di Nusantara yang wilayahnya sangat luas dengan beraneka ragam suku, bahasa, dan adat-istiadat penduduknya. Para wali harus berhati-hati, supaya dakwah mereka tidak menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat yang majemuk itu.

Mereka selalu berpedoman kepada firman Allah, agar dalam menyampaikan ajaran Islam harus dilakukan dengan bijaksana, menggunakan bahasa yang baik, dan berusaha menanggapi sanggahan orang dengan cara yang arif serta berwawasan luas.

Leluhur bangsa kita, sebelum kedatangan berbagai agama dari negeri-negeri asing, sebetulnya sudah mempunyai kepercayaan terhadap kekuatan gaib yang terdapat dalam arwah nenek-moyang. Itulah sebabnya dalam upacara-upacara kerohanian, mereka kerap memanggil para arwah agar memperhatikan dan melindungi anak-cucu yang masih hidup. Caranya antara lain memukul bedug, tempayan, atau kentongan.

Supaya tercapai tujuannya, dibuatlah patung-patung kayu maupun batu sebagai alat sembahan dan tempat menyediakan sesajian. Kemudian, diucapkan mantera-mantera agar arwah nenek-moyang datang untuk menolong mereka dalam menolak bala serta penyakit.

Pada abad pertama setelah masehi datanglah orang-orang Cina dan India. Mereka membawa masuk agama Budha dan Hindu sehingga bermunculan kerajaan-kerajaan Budha dan Hindu diseluruh pelosok Nusantara. Kepercayaan mereka menyusup ke dalam adat-istiadat sampai berurat dan berakar. Itulah yang harus ditanggulangi oleh para Wali, yaitu membawa penduduk kembali ke ajaran tauhid tanpa menimbulkan gejolak dan kerusuhan.

Karena latar-belakang, dan asal-usul para wali berbeda-beda, demikian watak dan sipat mereka, sudah tentu timbul perbedaan tentang metode dakwah dalam menghadapi masyarakat yang kental kemusyrikannya itu. Maka, lahirlah pula tata-cara serta siasat yang beraneka warna sesuai dengan kebijakan masing-masing. Sumber : Sunan Muria Mengisikan Agama ke Dalam Adat Penerbit PT. Remaja Rosdakarya Bandung 1994.

Dijual Buku Antik dan Langka Sastra Sejarah Dll
Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas

Postingan terkait

Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.

Sejarah Asal-Usul Gelar Sunan di Jawa

Posting Komentar