Karakteristik Budaya Dayak |
Tatto Suku Dayak Bukan Sekedar Lambang Kejantanan.
Mulanya penduduk asli Kalimantan tidak mengenal sebutan Dayak. Mereka menyebut dirinya dengan nama suku bangsa masing-masing, seperti : lban, Kenyah, Benuaq, Kenayatn, Bahau, dan masih banyak lagi lainnya. Hal semacam itu membuktikan bahwa sebutan Dayak merupakan penamaan dari para pendatang untuk mengidentifisir mereka sebagai orang dari tanah ulu.
Namun perkembangan berikutnya istilah Dayak memiliki arti sebagai nama kolektif untuk pelbagai penduduk asli pulau Kalimantan yang tidak memeluk agama Islam. Untuk itu, penduduk asli pulau Kalimantan lainnya seperti Kutai dan Tiodung, atau orang Dayak yang telah memeluk agama Islam mereka sebut haloq.
Dari hasil penelitian etno-antropologis, di identifisir adanya sekitar 450 sub suku Dayak yang tersebar di pulau Kalimantan. Uniknya, kondisi geografis dan demografis mengakibatkan mereka terisolasi dan tercerai berai. Sehingga walau semula mereka merupakan satu rumpun etnis, namun setelah proses kehidupan berlangsung ribuan tahun, seolah-olah mereka tidak mempunyai hubungan satu dengan lainnya. Oleh sebab itu, tak berlebihan bila dikatakan bahwa suku Dayak telah tercerai-berai berkeping-keping, meski pada hakekatnya masih terdapat raut dasar yang menunjukkan identitas kebersamaan mereka, terutama dalam hal kebudayaan.
Seni Tatto Suku Dayak
Tradisi seni yang bersumber dari karakteristik budaya Dayak, selain beragam juga sangat unik. Seni tradisional ukir, lukis, anyaman, tenun memiliki nilai seni yang tinggi. Selain jenis seni termaksud, di kalangan suku Dayak juga dikenal seni menghias tubuh yang juga merupakan bagian dari karakteristik budaya Dayak. Hiasan tubuh, atau lazim disebut tatto, selain menunjukkan status sosial seseorang, juga berfungsi memberi perlindungan magis bagi pemakainya.
Meski begitu, tidak semua suku Dayak mengenal tadisi tatto.
Mereka yang tak mengenal tradisi tatto, yakni kelompok Barito Group, yakni suku Dayak Siang, Murung dan Luangan di Kalteng dan Dayak Benuaq, Bentian, Tonyooy di Kalimantan Timur. Kelompok Barito itu,lebih terkenal dengan upacara adat kematianya yang unik, seperti Tiwah atau tube di Kalteng dan Kewangkey di Kalimantan Timur.
Sedangkan pada suku Dayak lban tradisi merajah tubuh merupakan monopoli kaum pria. Pada suku Dayak Kenyah, Kayan, Aoheng, Bahau, kaum perempuannya juga mengenal tradisi merajah tubuh, meski dewasa ini tradisi merajah tubuh itu mulai surut, terlebih pada generasi mudanya.
Sebenarnya hanya merupakan alasan praktis saja,ungkap Batoq Majai seorang tetua dari suku Dayak Aoheng di Long Krioq, kecamatan Long Apari, kabupaten Kutai, Kaltim mengomentari surutnya tradisi tatto di kalangan generasi muda Dayak. Para orangtua, tidak lagi menganjurkan anak-anak mereka merajah tubuh, karena dianggap dapat menyulitkan pergaulan. Tegasnya lebih lanjut.
Ungkapan senada juga dikatakan Drs. Lidjo Kaya, seorang tokoh Dayak Ahoeng. Menurutnya zaman sudah berubah, jadi tidak relevan lagi merajah tubuh. Apalagi saat ini, orang yang tubuhnya bertatto dikonootasikan berandalan. Hal itulah yang mendasari argumentasi bahwa tatto dapat menyulitkan pergaulan. Oleh: Roedy Haryo Widjono. AMZ Sumber : Busos No.216-77 tahun XXIII-1994
Dijual Buku Antik dan Langka Sastra Sejarah Dll
Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas
Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.
Posting Komentar