Rumah Adat Sasadu di Halmahera Barat

Dijual Buku Antik dan Langka





RUMAH ADAT SASADU DI HALMAHERA BARAT
FOTO DIBUAT PADA JAMAN PENJAJAHAN BELANDA.



RUMAH ADAT SASADU.
Untuk menarik wisatawan dari luar daerah, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Halmahera Barat berupaya untuk mempertahankan tradisi adat dan seni budaya yang sudah berlangsung turun temurun. Bahkan, secara khusus Pemkab Halmahera Barat menetapkan Desa Gamtala Kecamatan Sahu sebagai Desa Wisata. Desa tersebut berada di balik Gunung Jailolo dan dari pusat kota bisa ditempuh dalam waktu 30 menit.

Jalan menuju Desa Gamtala tidak selalu bagus. Ada beberapa bagian yang rusak parah. Badan jalan pun tidak terlalu lebar. Jika kendaraan besar bertemu dari arah berlawanan, salah satunya harus menepi. Sepanjang perjalanan, wisataan yang akan berkunjung ke Desa Gamtala disuguhi pemandangan pohon jenis rempah-rempat. Paling banyak pohon pala dan cengkeh. Namun, masa kejayaan pohon rempah-rempah di Halmahera Barat, kini mulai terkikis dengan penanaman pohon durian, jeruk, dan manggis.



Rumah Adat Sasadu di Halmahera Barat

Hal menarik lainnya, ada pengelompokan permukiman masyarakat berdasarkan agama yang dianut. Jangan heran jika wisatawan nanti melintasi sejumlah rumah yang di depannya ada tanda salib. Permukiman itu berarti dihuni masyarakat yang menganut agama Kristen.

Di Desa Gamtala, wisatawan masih bisa melihat rumah adat Sasadu. Lokasi Sasadu berada di tengah-tengah desa. Sesuai fungsinya, Sasadu merupakan tempat pertemuan warga, sehingga di bangun di tengah-tengah desa untuk memudahkan warga dari berbagai penjuru berdatangan. Bangunan yang dibuat batang pohon sagu dan atapnya dari daun rumbia ini mampu menampung 500 warga.

Dalam rumah adat Sasadu, warga biasanya berkumpul untuk membahas semua permasalahan yang terjadi di desa. Selain itu, warga juga memanfaatkan Sasadu untuk menyelenggarakan acara syukuran sehabis panen atau dijadikan tempat menerima tamu. Untuk acara syukuran panen, bisa dilakukan dua hingga tiga kali dalam setahun.


Rumah Adat Sasadu di Halmahera Barat


Di dalam Sasadu Desa Gamtala, ada tiga meja yang memanjang. Meja-meja itu digunakan untuk jamuan makan. Meja yang di tengah diguanakan untuk tokoh masyarakat setempat. Atau diperuntukan para pejabat/tamu yang berkunjuing ke Desa Gamtala. Sementara dua meja yang mengapitnya, satu untuk kelompok laki-laki dan satu lagi untuk kelompok perempuan. Di antara lorong yang memisahkan meja tengah dan meja khusus laki-laki, terdapat tiga alat musik tifa yang panjangnya kira-kira tiga meter. Alat musik itu setengah digantung. Sedangkan alat musik lainnya berupa didiwang dan saraki ditempatkan berdekatan dengan meja laki-laki.

Ketua Adat Suku Sahu, Thomas Salasa mengatakan, alat musik yang ada dalam Sasadu biasa dimainkan sebelum acara makan bersama (horom sasadu) dimulai. Ada delapan hingga sepuluh orang yang bertugas memainkan alat musik itu. Secara garis besar, musik yang dimainkan ada tiga ritme. Mulai dari yang pelan (kokoro), agak cepat (ado ado) hingga sangat cepat. Musik dimainkan untuk mengiringi penari yang menyambut tamu. Irama kokoro dimainkan saat tamu masih di luar Sasadu, ketika warga mengajak tamu masuk musik yang dimainkan makin kencang.


Rumah Adat Sasadu di Halmahera Barat

Makanan yang tersedia untuk acara syukuran di dalam Sasadu beraneka macam. Untuk pilihan nasi ada dua macam, yakni nasi kuning dan nasi jaha. Mungkin bagi wisatawan agak asing yang namanya nasi jaha. Nasi jaha yang disajikan adalah nasi putih yang dibungkus dengan daun pisang hutan. Nasih tersebut dinanak dalam bambu. Untuk lauknya, masakan ikan papeda menjadi favorit. Nikmati juga sate jantung pisang, yang bahan bakunya dari jantung pisang dicampur dengan adonan telur dan terigu.

Namun, bagi wisatawan yang baru berkunjung ke Desa Gamtala, harus berhati-hati saat warga setempat menyuguhkan minuman penutup makan. Ada dua jenis minuman khas Desa Gamtala. Pertama bernama saguaer, dilihat dari namanya mungkin bisa jadi minuman tersebut berasal dari air sagu. Warnanya putih keruh dan rasanya seperti air tapai. Jenis minuman ini masih aman-aman saja dikonsumsi wisatawan. Jenis minuman kedua, namanya agak menyeramkan, yakni cap tikus. Cairan cap tikus disadap dari pohon enau. Namun penyulingannya dilakukan secara tradisional, sehingga sulit diketahui berapa kandungan alkoholnya.




Thomas Salasa mengungkapkan, tradisi horom Sasadu yang dijalankan suku Sahu untuk mensyukuri hasil panen bisa berlangsung sembilan hari sembilan malam. Tapi itu juga tergantung bagaimana hasil panennya. Jika hasil panen kurang memuaskan, horom Sasadu hanya dilakukan tiga hari tiga malam. Selama ini suku Sahu menjalankan syukuran dengan bilangan hari yang ganjil. Jadi bisa tiga hari, lima hari, tujuh hari dan seterusnya.

"Walau kesannya makan-makan, warga suku Sahu tetap menghindari perilaku pesta atau foya-foya. Sebagian saja hasil panen yang digunakan untuk acara syukuran. Kami memang merasa beruntung memiliki tanah yang subur. Sehingga panen yang didapat selalu bagus," tambah tokoh masyarakat setempat, Kramel Sowo. Sumber:Pikiran Rakyat.




Dijual Buku Antik dan Langka Sastra Sejarah Dll
Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas

Postingan terkait

Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.

Rumah Adat Sasadu di Halmahera Barat

Posting Komentar