Budaya Menenun Kain di Majalengka

Dijual Buku Antik dan Langka



menenun
MENENUN



Tradisi nenun di Desa Nunuk, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka nyaris punah. Punahnya tradisi tersebut akibat tidak ada keturunan mereka atau anak muda masa kini yang bersedia menenun di samping minimnya tanaman kapas. Padahal pesanan kain kafan ataupun kain selendang untuk menggendong barang atau sejenisnya masih cukup banyak.

Saat ini di Kampung Nunuk, menurut keterangan dua orang penenun Babu Ihing (82) dan Animah (75), yang masih terus menekuni nenun tinggal tiga orang lagi. Anak dan cucu mereka tidak tertarik untuk meneruskan tradisi tersebut.

Padahal pesanan kain kapan dan selendang masih terus mengalir. Karena di Desa Nunuk, kain kafan masih tetap menggunakan kain tenun tradisional walaupun kainnya kasar. Hanya satu dua orang yang menggunakan kain kafan buatan pabrik.

Sedangkan pesanan kain selendang lebih banyak lagi, karena kebutuhannya masih sangat banyak. Terutama untuk menggendong kayu bakar, karung rumput setelah menyabit rumput atau menggendong bakul dan lainnya.

Para penenun tersebut, kini sedang menyelesaikan pesanan enam kain kafan. Untuk membuat satu lembar kain kafan dia butuh waktu lima hari. lamanya pembuatan kain tersebut menurutnya karena tenaganya yang sudah mulai lemah.

Dulu ketika tenaganya masih kuat satu lembar kain kafan ukuran 3 X 6 meter bisa diselesaikan satu hingga dua hari. Sedangkan harga satu kain kafan yang jumlahnya sebanyak 3 lembar hanya mencapai Rp 100.000,-, untuk harga selendang hanya Rp 25.000,-/buah.

Itu pula mungkin yang menyebabkan tidak adanya regenerasi penenun di Desa Nunuk. Menenun bukan pekerjaan yang menghasilkan uang besar sementara proses pengerjaan menenun cukup lama dan melelahkan. Mulai menjemur kapas, membuat asiwung (memintal kapas), membuat benang, merapikan benang, merasi benang dengan cara di kukus dan dilumuri malam, memintal benang ke bambu kecil (sunda:ulak), kemudian mihane, di sisir (benang dimasukan ke lubang bambu ukuran kecil/suri) setelah itu baru di tenun.

Hal senada disampaikan Animah yang kini masih terus menanam kapas di kebunnya (huma) untuk memenuhi pesanan kain selendang dan kain kafan. Pesanan kain selendang menurutnya masih cukup banyak karena, banyak kaum perempuan di Nunuk yang biasa ke kebun lebih memilih selendang tradisional dibanding selendang buatan pabrik, alasannya lebih nyaman di kulit dan lebih panjang.

Untuk membuat satu selendang menurut Animah membutuhkan kapas sebanyak 1/4 kg sedangkan untuk membuat satu kain kafan (sebanyak 3 lembar kain) butuh kapas sebanyak 1 kg.

“Sekarang yang menanam kapas juga semakin sedikit, paling hanya beberapa orang saja, jumlahnya bisa dihitung dengan jari, kebanyakan petani menganggap kapas itu tidak penting. Jadi yang menanam ya kami-kami yang masih menenun,” ungkap Animah.

Animah-pun tidak memiliki penerus menenun, apalagi semua anaknya bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil. Diapun kini masih menekuni menenun karena hobi yang ditekuninya sejak kecil. (C-31/A-89) *** Sumber:Pikiran-Rakyat.com
Dijual Buku Antik dan Langka Sastra Sejarah Dll
Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas

Postingan terkait

Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.

Budaya Menenun Kain di Majalengka

Posting Komentar