Rumah Adat Sunda di Tasikmalaya Tempo Dulu

Dijual Buku Antik dan Langka



Bentuk bentuk rumah tradisional di Tasikmalaya jaman dulu 



Kampung Tejamaya Cisayong Tasikmalaya 


Secara umum konsep dasar rancangan arsitektur tradisional masyarakat Sunda adalah menyatu dengan alam. Alam merupakan sebuah potensi atau kekuatan yang mesti dihormati serta dimanfaatkan secara tepat di dalam kehidupan sehari-hari.

Ungkapan rasa hormat tersebut tercermin pada sebutan bumi bagi alam yang menunjukan pula bahwa alam adalah tempat tinggal bagi masyarakat Sunda karena istilah bumi juga digunakan untuk menyebut secara halus rumah atau tempat tinggal orang Sunda.






Kampung Naga, sebuah pemukiman yg terletak di lembah subur dgn lereng curam sebagai batas alam, di mana seratus sepuluh bangunan beratap ijuk berdiri teratur membentuk sebuah kampung tradisional di tatar sunda.

Di balik keseragaman bentuk fisik arsitekturnya, pemukiman ini masih menyimpan banyak nilai tradisional yg dipegang teguh oleh masyarakatnya.

Mereka bermukim sambil mempertahankan tradisi leluhur & mengadaptasikannya dgn pengaruh di zaman sekarang ini. Sebuah fenomena yg mempunyai keunikan tersendiri. Melalui deskripsi arsitektural, buku ini hendak bercerita tentang kehidupan suatu masyarakat di sebuah pemukiman tradisional pada masa kini. Sebuah gambaran yg akan membawa kita untuk selalu mengingat kesederhanaan & kesahajaan dalam hidup.

Kampung Naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga.

Di sebelah Selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan di sebelah Utara dan Timur dibatasi oleh sungai Ciwulan yang sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut. Jarak tempuh dari Kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari Kota Garut jaraknya 26 kilometer.

Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah ditembok (Sunda sengked) sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melalui jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampai ke dalam Kampung Naga.

Rumah di Kampung Naga jumlahnya tetap dipertahankan tidak kurang dan tidak lebih dari 118 bangunan. Sejumlah bangunan tersebut, 108 bangunan adalah rumah penduduk, sisanya adalah bangunan masjid, balai pertemuan atau bale patemon, dan rumah ageng (rumah besar).

Ada aturan adat yang ketat diberlakukan mengenai larangan mendirikan bangunan baru dan tidak diperbolehkan mendatangkan peralatan modern atau budaya baru. Bahkan perabot rumah seperti meja kursi juga tidak diperbolehkan sehingga kalau ada tamu diterima di serambi rumah yang beralaskan tikar.

Alasannya, agar tidak ada kemewahan di antara warga, yang bisa berakibat merusak kehidupan bermasyarakat. Masyarakat Kampung Naga masih patuh dengan berbagai aturan adat. Pantangan atau pamali merupakan ketentuan hukum yang tidak tertulis yang mereka patuhi, seperti tata cara membangun dan bentuk rumah, letak, arah rumah, dan sebagainya.




Bentuk rumah di kampung diharuskan panggung dengan bahan dari kayu dan bambu bambu. Atap rumah diharuskan dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang. Lantai rumah diharuskan terbuat dari palupuh) bambu atau papan kayu. Dinding rumah diharuskan dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Oleh karena itu mereka menolak adanya listrik yang dikhawatirkan akan menimbulkan kebakaran. Rumah tidak diperbolehkan dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah tidak diperbolehkan menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung (gedong).






Rumah diharuskan menghadap ke arah selatan-utara. Aturan ini dimaksudkan agar penggunaan lahan lebih tertata, sebab kalau menghadap semau sendiri terasa sempit. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan karena dianggap rizki yang masuk ke dalam rumah melalui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus.



BENTUK ATAP LEUIT (LUMBUNG PADI) CAPIT GUNTING
DI DAERAH INDIHIANG TASIK MALAYA.


Dalam kebudayaan Sunda, nama bentuk atap rumah disebut sebagai susuhunan. Dalam kebudayaan Sunda kuno, Capit Gunting ini merupakan salah satu nama susuhunan atau bentuk atap di masyarakat Sunda pada zaman dahulu. Atau dalam bahasa lainnya, istilah untuk nama susuhunan ini disebut Undagi. Undagi itu sendiri adalah tata arsitektur.

Capit Gunting tersusun dari dua kata, yaitu Capit dan Gunting. Dalam konteks dan arti dalam bahasa Sunda, Capit berarti asal mengambil dengan ujung barang yang sama-sama dijepitkan.
Sedangkan gunting sendiri dalam basa Sunda juga berarti peralatan semacam pisau untuk memotong kain atau bisa dispesifikasikan sebagai pisau yang menyilang.

Di kenyataannya, bentuk Capit Gunting adalah ujung atapnya memakai kayu atau bamboo yang dibuat bercagak atau bercabang seperti gunting yang hendak menjepit. Seperti makna dari nama Capit Gunting itu pula, maka bentuknya adalah seperti gunting yang sedang terbuka.




BENTUK ATAP RUMAH dI TASIKMALAYA


Rumah adat Sunda pada umumnya mempunyai kolong dengan ketinggian 50 cm – 1 m  diatas permukaan tanah. Kalau rumah adat Sunda yang berumur cukup tua mempunyai kolong dengan ketinggian bisa mencapai 1,8 M. Biasanya Kolong rumah di gunakan untuk menyimpan peralatan bertani dan kandang binatang ternak. Kolong rumah tersebut mempunyai nama kolong Imah dan untuk masuk kedalam rumah terdapat tangga yang di beri nama Golodog.

Parahu Kumereb (perahu telungkup).
Bentuk atap ini memiliki empat buah bidang atap. Sepasang bidang atap sama luasnya, berbentuk trapesium sama kaki. Letak kedua bidang atap ini sebelah menyebelah dan dibatasi oleh garis suhunan yang merupakan sisi bersama.

Jadi kedua bidang atap ini menurun masing-masiing dari garis suhunan itu. Batang suhunan yang merupakan sisi bersama lebih pendek dari sisi alasnya. Sepasang bidang atap lainnya berbentuk segitiga sama kaki dengan kedua titik ujung suhunan merupakan titik puncak segitiga itu. Kaki-kakinya merupakan sisi bersama dengan kedua bidang atap trapesium.
Dijual Buku Antik dan Langka Sastra Sejarah Dll
Dijual Majalah Cetakan Lama
Dijual Buku Pelajaran Lawas

Postingan terkait

Saya JAY SETIAWAN
tinggal di kota Bandung. Selain iseng menulis di blog, juga menjual buku-buku bekas cetakan lama. Jika sahabat tertarik untuk memiliki buku-buku yang saya tawarkan, silahkan hubungi Call SMS WA : 0821 3029 2632. Trima kasih atas kunjungan dan attensinya.

Rumah Adat Sunda di Tasikmalaya Tempo Dulu

Posting Komentar